Bagian 104 - Pemilihan Ketua Perguruan

Enam Dewa Lembah Persik menguasai perdebatan.




“Omong kosong!” teriak sebagian besar orang-orang Perguruan Songshan dan Taishan. “Mahabiksu Fangzheng adalah Ketua Perguruan Shaolin, ada sangkut paut apa dengan Perguruan Lima Gunung kita?”

Dewa Ranting Persik menyahut, “Bukankah tadi pendeta tua itu mengatakan jabatan ketua harus dipegang oleh seorang tokoh berbudi luhur dan bijaksana, yang memiliki nama baik dan pengaruh besar? Sekarang kita telah mendapatkan pilihan yang tepat dan sesuai dengan syarat tersebut, yaitu Mahabiksu Fangzheng. Memangnya kalian berani menyangkal kalau Beliau tidak memenuhi syarat-syarat itu? Memangnya kalian berani mengatakan Mahabiksu Fangzheng tidak berbudi luhur, tidak bijaksana, tidak memiliki nama baik, dan tidak memiliki pengaruh besar? Aduh, coba jawab kalau kalian ingin kami sikat lebih dulu. Barangsiapa berani menyangkal Mahabiksu Fangzheng bahwa Beliau tidak memenuhi syarat-syarat tadi, harus berhadapan dengan Enam Dewa Lembah Persik lebih dulu.”

Dewa Dahan Persik menambahkan, “Mahabiksu Fangzheng sudah menjadi Ketua Perguruan Shaolin selama puluhan tahun. Lantas, kenapa Beliau tidak boleh menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung? Apakah menurut kalian kedudukan Shaolin lebih rendah daripada Lima Gunung? Hanya orang gila yang tidak bisa menerima Mahabiksu Fangzheng sebagai ketua.”

Mendengar itu Yujizi dari Taishan menanggapi, “Mahabiksu Fangzheng memang seorang tokoh yang harus dihormati oleh siapa pun juga. Tetapi yang kita pilih sekarang adalah Ketua Perguruan Lima Gunung, sedangkan Mahabiksu Fangzheng adalah tamu kehormatan, mana boleh Beliau diikutsertakan dalam urusan ini?”

Dewa Dahan Persik balas bertanya, “Jadi maksudmu, Mahabiksu Fangzheng tidak dapat dipilih menjadi ketua karena Biara Shaolin kau anggap tak ada sangkut pautnya dengan Perguruan Lima Gunung, begitu?”

“Benar!” jawab Yujizi.

Dewa Dahan Persik menyahut, “Mengapa Perguruan Shaolin tidak punya sangkut paut dengan Perguruan Lima Gunung? Aku justru mengatakan sangat besar sangkut pautnya. Coba katakan, Perguruan Lima Gunung terdiri dari lima perguruan apa?”

“Ah, Saudara ini sudah tahu sengaja bertanya,” ujar Yujizi. “Perguruan Lima Gunung jelas terdiri dari Perguruan Songshan, Hengshan, Taishan, Henshan, dan Huashan.”

“Salah, salah besar!” sahut Dewa Bunga Persik dan Dewa Buah Persik bersamaan. “Tadi Zuo Lengchan telah menyatakan bahwa setelah Serikat Pedang Lima Gunung dilebur, maka nama Perguruan Taishan, Songshan, dan lainnya sudah tidak lagi ada. Tapi mengapa sekarang kau menyebut-nyebut nama kelima perguruan itu?”

Dewa Daun Persik menyambung, “Ini tandanya dia tidak pernah melupakan golongannya sendiri. Dia sudah cinta mati terhadap perguruannya. Begitu ada kesempatan, tentu dia akan membangkitkan kembali kebesaran Perguruan Taishan.”

Para hadirin banyak yang tertawa geli. Dalam hati mereka berpikir, “Keenam orang tua ini terlihat sinting, tapi begitu ada yang salah bicara sedikit saja, mereka langsung mendebatnya sampai pihak lawan mati kutu.”

Para hadirin jelas tidak tahu kalau Enam Dewa Lembah Persik sejak mulai bisa bicara sudah gemar berdebat dan bantah-membantah di antara sesama saudara. Selama puluhan tahun pekerjaan mereka hanya berdebat melulu. Kini keenam kepala digunakan sekaligus, enam mulut terbuka bersama, siapa orangnya yang tidak kewalahan menghadapi mereka?

Yujizi tampak tersipu malu oleh bantahan Enam Dewa Lembah Persik tadi. Terpaksa ia berkata, “Huh, Perguruan Lima Gunung punya enam anggota istimewa seperti kalian, sungguh sial!”

Dewa Bunga Persik langsung menanggapi, “Apa? Kau bilang Perguruan Lima Gunung sungguh sial? Itu artinya kau tidak ingin bergabung dengan Perguruan Lima Gunung?”

Dewa Buah Persik menyambung, “Perguruan Lima Gunung baru saja didirikan pada hari pertama ini sudah kau sumpahi dengan ucapan sial segala. Padahal, kita semua mengharapkan Perguruan Lima Gunung akan berkembang dan berjaya di dunia persilatan, sejajar dengan Shaolin dan Wudang. Pendeta Yuji, mengapa hatimu begitu jahat dan suka menyumpahi?”

“Benar, itu membuktikan Pendeta Yuji menghendaki kegagalan pendirian Perguruan Lima Gunung kita. Kakinya ada di Lima Gunung, tapi hatinya masih merindukan Taishan. Mana boleh kita mengampuni orang yang punya maksud jahat seperti ini? Dia tidak boleh berada di dalam perguruan kita.” ujar Dewa Daun Persik.

Kaum persilatan setiap saat bisa mati dalam pertarungan, sehingga pada umumnya memang sangat tabu terhadap kata-kata yang bersifat menyumpahi. Karena itu, banyak di antara hadirin yang sepaham dengan Enam Dewa Lembah Persik lantas menganggap Yujizi memang tidak sepantasnya mengatakan Perguruan Lima Gunung sial pada hari pertama diresmikan. Zuo Lengchan juga diam-diam kurang suka dengan ucapan Yujizi tadi. Namun, ia sadar sekutunya itu sedang terdesak dan salah bicara.

Yujizi sendiri merasa telah telanjur salah bicara, sehingga ia menjadi bungkam dengan memendam amarah.

Segera Dewa Dahan Persik berseru, “Kami mengatakan Perguruan Shaolin memiliki hubungan besar dengan Perguruan Songshan, tapi Pendeta Yuji justru bilang tiada sangkut pautnya. Sebenarnya bagaimana? Kau yang salah atau kami yang betul?”

Dewa Dahan Persik berkata, “Aku berkata Perguruan Shaolin dan Songshan memiliki hubungan besar, tapi Pendeta Yuji mengatakan tidak ada sangkut paut sama sekali. Mana yang benar?”

Yujizi menjawab gemas, “Kalau kau suka mengatakan ada sangkut pautnya, maka anggap saja kau yang benar.”

“Hahaha, segala urusan di dunia ini memang tidak bisa mengingkari satu hal, yaitu kebenaran,” kata Dewa Dahan Persik. “Coba katakan, Biara Shaolin terletak di gunung apa, dan Perguruan Songshan terletak di gunung apa?”

Dewa Bunga Persik menjawab, “Biara Shaolin terletak di Gunung Shaoshi dan Perguruan Songshan terletak di Gunung Taishi. Kedua gunung sama-sama berada dalam lingkungan Pegunungan Songshan, betul tidak? Lantas, kenapa Pendeta Yuji mengatakan Perguruan Shaolin tidak punya sangkut paut dengan Perguruan Songshan?”

Perkataan ini benar-benar masuk akal sehingga para hadirin mengangguk-angguk setuju begitu mendengarnya.

Dewa Ranting Persik menyambung kembali, “Tuan Yue telah mengatakan bahwa setelah peleburan ini, kelak akan banyak berkurang pertentangan di antara sesama kaum persilatan. Maka itu, Beliau menyetujui peleburan Serikat Pedang Lima Gunung. Beliau mengatakan pula bahwa yang ilmu silatnya mendekati satu sama lain atau yang tempatnya berdekatan sebaiknya saling bergabung. Bicara tentang tempat yang berdekatan kukira hanya Perguruan Shaolin dan Songshan yang sama-sama terletak di lingkungan pegunungan yang sama. Kalau Perguruan Shaolin dan Songshan tidak bergabung, maka apa yang dikatakan Tuan Yue tadi bukankah seperti … seperti kentut belaka?”

Perkataan Dewa Ranting Persik lagi-lagi masuk akal, tapi sekaligus mustahil pula jika Perguruan Songshan dan Shaolin bergabung. Maka, hadirin pun menanggapinya dengan gelak tawa namun tidak berani keras-keras.

Mendengar itu Linghu Chong berpikir, “Sungguh mengherankan. Enam Dewa Lembah Persik memang pintar menirukan ucapan orang, tapi anehnya, mengapa sejak tadi selalu tepat sasaran? Sebenarnya, siapakah orang pintar yang berada di balik mereka ini?”

Dewa Akar Persik berkata, “Mahabiksu Fangzheng adalah tokoh pilihan. Tadinya kami ingin meminta Beliau menjadi ketua, tapi ada yang mengatakan kalau Shaolin tidak ada hubungan dengan Lima Gunung. Maka, jika terjadi penggabungan antara Perguruan Shaolin dan Lima Gunung menjadi Perguruan Shaolin Lima Gunung, tidak ada orang yang pantas menjadi ketua selain Mahabiksu Fangzheng. Kami Enam Dewa Lembah Persik tunduk kepada Mahabiksu Fangzheng. Memangnya ada di antara para hadirin yang tidak mau tunduk?”

“Jika ada yang tidak tunduk, silakan tampil ke muka dan boleh mencoba adu tenaga melawan kami, Enam Dewa Lembah Persik,” sambung Dewa Bunga Persik. “Bila dapat mengalahkan Enam Dewa Lembah Persik, baru kemudian silakan coba-coba dengan Mahabiksu Fangzheng. Kalau Mahabiksu Fangzheng juga dikalahkan, masih ada jago-jago Biara Shaolin yang lain seperti para biksu sakti dari Balai Damo, Balai Lohan, Halaman Jielu, Bangsal Cangge, dan sebagainya. Bila tokoh-tokoh simpanan Biara Shaolin itu juga kalah, maka silakan bertanding pula dengan Pendeta Chongxu dari Perguruan Wudang .…”

“Lho, kenapa Pendeta Chongxu dari Perguruan Wudang kau bawa-bawa, saudaraku?” tanya Dewa Buah Persik.

“Ketua Perguruan Wudang dan Kepala Biara Shaolin adalah sahabat karib yang berhubungan erat, bukan begitu?” ujar Dewa Bunga Persik. “Kalau Perguruan Shaolin dikalahkan orang, mustahil Pendeta Chongxu hanya berpangku tangan, benar tidak?”

“Benar sekali, benar sekali!” sahut Dewa Daun Persik. “Kalau Pendeta Chongxu juga kalah, maka silakan bertanding melawan Enam Dewa Lembah Persik.”

Dewa Akar Persik menyahut, “Hei, pertandingan melawan kita Enam Dewa Lembah Persik bukankah sudah dilakukan, kenapa diulangi?”

Dewa Daun Persik menjawab, “Tadi memang sudah. Tapi kita hanya kalah satu kali apa lantas menyerah begitu saja? Tentu saja kita harus tetap melabrak si keparat itu mati-matian sampai darah penghabisan.”

Kembali terdengar suara gelak tawa para hadirin riuh bergemuruh, bahkan ada yang bersuit pula.

Yujizi semakin gusar dibuatnya. Ia melompat maju dengan menekan gagang pedang. “Hei, Enam Setan Lembah Persik, aku Yujizi yang pertama-tama tidak tunduk dan hendak mencoba kemampuan kalian!”

Dewa Akar Persik menjawab, “Ah, kita ini sama-sama anggota Perguruan Lima Gunung. Bila berkelahi bukankah hanya akan saling bunuh-membunuh?”

“Jangan banyak bicara! Dewa benci dan setan jijik pada ocehan kalian,” kata Yujizi. “Jika kalian dilenyapkan dari Perguruan Lima Gunung, kami akan merasa lebih aman dan tenteram.”

“Hei, hei, mengapa kau menekan gagang pedang? Apa kau tinggal menariknya keluar, lalu wus-wus-wus-wus-wus-wus, kau penggal kepala kami berenam?” sahut Dewa Dahan Persik.

Yujizi hanya mendengus tanpa menjawab, seakan-akan membenarkan pertanyaan itu.

Dewa Ranting Persik berkata, “Hari ini Perguruan Lima Gunung baru saja diresmikan dan kau sudah berniat membunuh kami berenam dari Henshan. Lantas, bagaimana kita dapat bekerja sama bahu membahu pada waktu-waktu yang akan datang?”

Yujizi merasa perkataan ini ada benarnya juga. Jika ia membunuh keenam orang itu, maka orang-orang Henshan lainnya tentu akan menuntut balas. Maka, ia pun menarik napas menahan marah, lalu berkata, “Jika kalian sudah tahu perlu adanya kerja sama yang baik, maka ocehan-ocehan kalian yang mengganggu urusan mahapenting ini hendaknya jangan diulangi lagi.” Usai berkata demikian ia lantas menarik keluar pedangnya setengah jalan, lalu memasukkannya kembali ke dalam sarung.

Dewa Daun Persik bertanya, “Tapi bagaimana kalau ucapan-ucapan kami ternyata bermanfaat untuk masa depan Perguruan Lima Gunung dan dunia persilatan pada umumnya?”

Yujizi mencibir, “Huh, rasanya kalian tidak mungkin mengemukakan ucapan-ucapan baik dan bermanfaat.”

Dewa Bunga Persik menyahut, “Apakah membicarakan siapa yang pantas menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung bukan masalah penting bagi kita dan kawan persilatan pada umumnya? Dari tadi kami telah menyarankan seorang tokoh terkemuka dan berpengaruh besar untuk menjadi ketua tapi kau malah tidak setuju. Kau ini terlalu mementingkan diri sendiri dan mati-matian mendukung calonmu yang telah memberikan uang suap sebanyak tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik kepadamu itu.”

Yujizi menjadi gusar dan berteriak, “Omong kosong! Siapa pula yang pernah memberi tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik kepadaku?”

Dewa Bunga Persik menjawab, “Hei, aku salah bicara ya? Mungkin aku salah menyebut jumlahnya. Bisa jadi bukan tiga ribu tahil, tapi empat ribu tahil. Kalau bukan empat perempuan cantik tentu tiga atau lima. Siapa yang memberikannya kepadamu mana mungkin kau sendiri tidak tahu dan pura-pura bertanya? Siapa calon ketuamu, dia itulah yang telah menyuapmu.”

Yujizi melolos kembali pedangnya dan membentak, “Jika kau mengoceh lagi, maka akan segera kubuat kau mandi darah di sini!”

Dewa Bunga Persik justru terbahak-bahak sambil melangkah maju membusungkan dada. “Dengan siasat keji dan licik kau telah membunuh ketua perguruanmu sendiri, sekarang kau hendak mencelakai orang lagi? Kalau memang berani cobalah membuatku mandi darah di sini. Pendeta Tianmen sudah kau korbankan, dan sekarang kau hendak membunuh sesama anggota Perguruan Lima Gunung pula, hah? Rupanya membunuh sesama kawan sendiri memang keahlianmu yang istimewa. Sekarang kau bisa mencoba cara yang sama kepadaku,” ujarnya kemudian. Sambil berbicara ia terus melangkah mendekati Yujizi.

“Berhenti!” bentak Yujizi sambil mengacungkan pedangnya ke depan. “Satu langkah lagi kau tetap maju maka aku tidak perlu segan-segan lagi!”

“Haha, memangnya dari tadi kau segan kepadaku?” ejek Dewa Bunga Persik. “Puncak Songshan ini bukan milikmu. Ke mana aku suka, ke sana pula aku bebas melangkah pergi. Memangnya kau punya hak apa merintangi aku?” Usai berkata demikian ia kembali melangkah maju sehingga jaraknya dengan Yujizi hanya tinggal beberapa jengkal saja.

Melihat wajah Dewa Bunga Persik yang buruk seperti kuda dengan gigi yang kuning menyeringai, membuat rasa muak Yujizi bertambah hebat. Tanpa pikir panjang pedangnya lantas menusuk ke dada orang itu dengan cepat.

Segera Dewa Bunga Persik mengelak sambil memaki, “Pengkhianat busuk, kau ben… benar-benar ingin berkelahi?”

Yujizi telah menguasai ilmu pedang Taishan dengan sempurna. Serangan pertamanya tadi langsung disusul serangan kedua yang lebih cepat dan lihai. Ketika Dewa Bunga Persik berbicara, ia telah melancarkan serangan susulan sebanyak empat kali. Semakin menyerang semakin cepat pula gerak pedang pendeta tua itu. Dewa Bunga Persik hanya mampu berteriak-teriak dengan tangan dan kaki bergerak serabutan. Ketika tangannya hendak meraih tongkat besi yang tergantung di pinggang, pedang Yujizi ternyata lebih dulu menusuk bahu kirinya. Namun, pada saat yang sama tiba-tiba pedang Yujizi terpental ke udara, menyusul tubuhnya terangkat ke atas pula. Ternyata kedua tangan dan kedua kakinya masing-masing telah dipegang oleh Dewa Akar Persik, Dewa Dahan Persik, Dewa Ranting Persik, dan Dewa Daun Persik. Keadaannya kali ini bagaikan seekor kelinci yang ditangkap empat ekor elang.

Apa yang terjadi sungguh teramat cepat. Sekejap kemudian sekelebat bayangan kuning langsung melayang pula dengan disertai kilatan sinar pedang. Rupanya seseorang telah mengayunkan pedangnya ke arah kepala Dewa Ranting Persik. Namun Dewa Buah Persik yang berjaga di samping saudaranya itu segera menangkis dengan tongkat besi di tangannya. Orang berbaju kuning itu lantas mengalihkan serangannya ke dada Dewa Akar Persik. Tapi Dewa Bunga Persik juga sudah bersiaga dan menangkis serangan tersebut. Begitu diperhatikan, ternyata si penyerang berbaju kuning itu tidak lain adalah Ketua Perguruan Songshan sendiri, Zuo Lengchan.

Sejak tadi Zuo Lengchan sudah tahu kalau Enam Dewa Lembah Persik memiliki kepandaian yang tinggi, meskipun tingkah laku dan ucapan mereka ugal-ugalan. Ia teringat peristiwa setahun yang lalu saat salah seorang sekutunya yang bernama Cheng Buyou dari Kelompok Pedang tewas dirobek keenam orang aneh itu menjadi empat potong di Gunung Huashan. Maka, begitu melihat Yujizi tertangkap pula, ia berpikir harus segera menolongnya karena terlambat sedikit saja tentu akan sangat berbahaya. Sebagai tuan rumah sebenarnya Zuo Lengchan tidak pantas turun tangan secara langsung. Namun menghadapi detik-detik berbahaya seperti itu terpaksa ia harus menyelamatkan nyawa Yujizi. Dua kali ia menyerang Dewa Ranting Persik dan Dewa Akar Persik dengan jurus-jurus mematikan, namun selalu dapat ditangkis oleh Dewa Bunga Persik dan Dewa Buah Persik. Sungguh rapih cara kerja sama Enam Dewa Lembah Persik. Jika empat orang menangkap lawan, maka dua orang sisanya berjaga di samping untuk melindungi.

Sementara itu, nyawa Yujizi sendiri bagaikan telur di ujung tanduk. Zuo Lengchan harus mendesak mundur Dewa Bunga Persik dan Dewa Buah Persik, dan untuk itu sedikitnya harus melancarkan lebih dari lima-enam jurus. Jika harus menunggu selama itu, maka tubuh Yujizi tentu sudah ditarik-robek oleh keempat Dewa Persik lainnya.

Sungguh tidak disangka, tiba-tiba saja terdengar suara Yujizi menjerit keras-keras dan tubuhnya terbanting ke tanah dengan kepala di bawah. Tampak Dewa Akar Persik dan Dewa Ranting Persik masing-masing memegang sepotong lengan putus, Dewa Dahan Persik memegang sepotong kaki putus, sedangkan Dewa Daun Persik memegang sebelah kaki yang masih bersatu dengan tubuh dan kepala Yujizi.

Rupanya Zuo Lengchan merasa tidak mampu memaksa Enam Dewa Lembah Persik melepaskan Yujizi dalam waktu sesingkat itu. Terpaksa ia mengambil tindakan tegas dengan cara memotong kedua lengan dan sebelah kaki sekutunya itu sehingga Enam Dewa Lembah Persik tidak dapat merobeknya menjadi empat potong. Ini bagaikan memotong kaki yang dipatuk ular berbisa supaya racun tidak menjalar ke seluruh tubuh. Meski terpaksa harus kehilangan tiga anggota badan, namun setidaknya nyawa Yujizi dapat diselamatkan, karena Enam Dewa Lembah Persik tidak mungkin mengganggu seorang yang sudah cacat.

Selesai melaksanakan tindakan mahacepat itu, Zuo Lengchan mengundurkan diri ke tepi sambil mendengus sinis.

“Hei, Zuo Lengchan,” seru Dewa Ranting Persik, “kau telah memberi suap berupa emas dan perempuan cantik kepada Yujizi dan menyuruhnya untuk mendukungmu menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung. Tapi sekarang mengapa kau berbalik membuntungi kaki dan kedua tangannya? Apakah kau bermaksud melenyapkan saksi, hah?”

“Hahaha, ia khawatir kita akan merobek Yujizi menjadi empat potong, maka itu ia lebih dulu memotong anggota badan Yujizi. Padahal dia telah salah duga,” sambung Dewa Akar Persik.

“Benar. Kau berlagak pintar sendiri, haha, sungguh lucu, sungguh menggelikan,” kata Dewa Buah Persik. “Kami menangkap Yujizi untuk mengajaknya bercanda. Hanya untuk menakut-nakuti saja. Padahal, hari ini adalah hari bahagia berdirinya Perguruan Lima Gunung, mana mungkin kami berani main bunuh-membunuh segala?”

“Walaupun Yujizi berniat membunuhku, tapi mengingat kami adalah sesama anggota Perguruan Lima Gunung, mana mungkin kami tega membunuhnya?” sambung Dewa Bunga Persik. “Dia bersikap kejam kepada kami, tapi kami tetap bersikap baik kepadanya.”

Dewa Akar Persik berkata, “Kami hanya ingin melemparkan tubuhnya ke udara, lalu kami akan menangkapnya kembali. Kami hanya ingin bergurau dan menakut-nakuti dia saja. Sebaliknya, Zuo Lengchan ternyata bertindak begitu kejam dan gegabah. Sungguh tolol!”

Dewa Daun Persik menarik kaki Yujizi dan menyeret tubuh pendeta malang yang berlumuran darah itu ke hadapan Zuo Lengchan dan melepaskannya. Dengan menggeleng-geleng ia berkata, “Zuo Lengchan, kau benar-benar sangat kejam. Orang baik-baik seperti Yujizi ini mengapa tega kau buntungi kaki dan kedua lengannya? Sekarang dia hanya memiliki satu kaki saja, lantas bagaimana caranya bisa bertahan hidup?”

Zuo Lengchan sudah tentu sangat gemas. Gusar hatinya tiada terkira. Padahal kalau tadi ia tidak mengambil tindakan tegas, tentu tubuh Yujizi sudah tertarik-robek menjadi empat potong. Tapi sekarang malah dirinya yang dianggap kejam. Namun demikian, untuk membela diri juga tidak ada dasarnya, terpaksa ia hanya mendengus tanpa menjawab.

Dewa Akar Persik segera menyambung, “Kalau Zuo Lengchan mau membunuh harusnya sekali tebas ia memenggal kepala Yujizi saja. Tapi ia justru menyiksanya dengan cara membuntungi kaki dan kedua lengannya. Kini Yujizi mati tak hendak, hidup tak mau. Cara yang dipakai Zuo Lengchan sungguh keji dan tidak berbudi.”

Dewa Dahan Persik menambahkan, “Kita ini sama-sama anggota Perguruan Lima Gunung. Ada persoalan apa pun harus dapat dirundingkan secara baik-baik. Mengapa harus memakai cara sekejam ini? Sedikit pun tidak punya rasa setia kawan. Sungguh tidak bijaksana.”

Mendengar itu, Ding Mian berteriak membela kakak seperguruannya, “Kalian berenam terkenal suka merobek badan orang. Tindakan Ketua Zuo tadi justru bermaksud menyelamatkan jiwa Pendeta Yuji. Tapi mengapa kalian malah memutarbalikkan persoalan?”

Dewa Ranting Persik menanggapi, “Jelas sekali kami hanya bercanda dengan Yujizi, tapi Zuo Lengchan justru salah sangka. Kenapa dia tidak bisa membedakan orang yang sedang bercanda dengan yang sungguh-sungguh? Betapa bodohnya Zuo Lengchan ini!”

“Seorang laki-laki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab,” sambung Dewa Daun Persik. “Zuo Lengchan sudah membuntungi Yujizi maka harus berani mengakui perbuatannya. Tapi kalian malah memakai macam-macam alasan untuk menutupi niat kejinya. Sedikit pun tidak punya keberanian untuk bertanggung jawab. Sungguh pengecut! Padahal ribuan mata para hadirin di sini telah menyaksikan sendiri apa yang dia lakukan. Apa masih mau menyangkal?”

Dewa Bunga Persik berseru, “Manusia tak berbudi, tidak setia kawan, goblok juga pengecut! Apakah mungkin jabatan Ketua Perguruan Lima Gunung kita boleh diduduki orang seperti ini? Huh, Zuo Lengchan, kau jangan bermimpi di siang bolong!” Begitu selesai berbicara, kelima saudaranya ikut menggeleng-gelengkan kepala.

Sebenarnya banyak di antara para hadirin yang duduk di dekat Panggung Fengshan memiliki pandangan tajam dapat memaklumi maksud baik Zuo Lengchan. Kalau tadi Ketua Songshan itu tidak bertindak cepat tentu jiwa Yujizi sudah melayang dengan tubuh robek menjadi empat bagian. Diam-diam mereka memuji kehebatan ilmu pedang Zuo Lengchan dan kecepatannya mengambil keputusan. Namun karena apa yang dikatakan Enam Dewa Lembah Persik cukup berdasar, sulit bagi orang lain untuk menyanggahnya. Maka, para hadirin yang mengetahui maksud hati Zuo Lengchan hanya bisa terdiam, sedangkan mereka yang tidak tahu duduk permasalahannya tampak menampilkan wajah tidak puas dan menganggap Ketua Perguruan Songshan itu bertindak terlalu gegabah.

Yang paling hafal watak Enam Dewa Lembah Persik tentu saja Linghu Chong. Ia pun merenung, “Aneh, mengapa enam bersaudara ini tiba-tiba berubah pintar dan setiap kata-kata mereka selalu tepat mengenai titik kelemahan Zuo Lengchan? Padahal biasanya mereka suka gila-gilaan dan mengoceh omong kosong. Siapa sebenarnya orang pintar yang berdiri di balik mereka berenam?”

Usai berpikir demikian Linghu Chong perlahan-lahan mendekati Enam Dewa Lembah Persik untuk memeriksa apakah di sekitar mereka terdapat orang pintar yang memberikan petunjuk. Namun dilihatnya keenam bersaudara itu berkumpul menjadi satu dan di sekitar mereka tak ada orang lain lagi. Malah mereka tampak sibuk membalut luka di bahu kiri Dewa Bunga Persik yang tertusuk pedang Yujizi tadi.

Ketika berpaling lagi, tiba-tiba Linghu Chong mendengar suara bisikan yang sangat lirih, “Kakak Chong, apakah kau sedang mencari diriku?” Suara tersebut sangat lirih bagaikan nyamuk mendenging masuk ke dalam telinga.

Seketika perasaan Linghu Chong terkejut bercampur senang. Meski sangat lirih, tapi ia dapat langsung mengenali pemilik suara tersebut yang tidak lain adalah Ren Yingying. Begitu memandang ke sekeliling, tampak olehnya seorang laki-laki berewok dengan badan agak gemuk berdiri bersandar pada sepotong batu besar sambil menggaruk-garuk kepala bermalas-malasan.

Laki-laki berewok macam ini sedikitnya ada seratus atau dua ratus orang di antara ribuan hadirin yang berkumpul di tempat itu, sehingga cenderung tidak menarik perhatian. Namun mendadak dari sorot mata laki-laki ini Linghu Chong melihat kilasan senyuman yang licik tapi menawan. Begitu senangnya tanpa terasa kakinya pun berjalan mendekati orang itu.

Seketika suara Ren Yingying kembali terdengar, “Jangan kemari, nanti penyamaranku terbongkar!” Begitu lirih suara ini bagaikan sehelai benang sutra, tapi masuk ke telinga Linghu Chong sehingga terdengar jelas olehnya.

Linghu Chong pun menghentikan langkah dan berpikir, “Ternyata kau menguasai ilmu menyalurkan suara ke dalam pikiran orang lain.” Seketika ia pun terkesiap dan berpikir, “Ternyata kata-kata Enam Dewa Lembah Persik tadi adalah hasil bisikanmu. Pantas saja keenam orang dungu itu mampu berbicara tentang budi, kesetiaan, dan kebijaksanaan segala. Entah ilmu apa yang kau pergunakan untuk menyalurkan suaramu ke dalam pikiran mereka, namun aku yakin ini adalah ilmu rahasia pelajaran dari ayahmu.”

Usai berpikir demikian Linghu Chong tak kuasa menahan gembira dan berteriak keras, “Kata-kata Tujuh Dewa Lembah Persik memang benar dan masuk akal. Tadinya aku mengira mereka hanya berjumlah enam. Tak disangka, ternyata ada seorang lagi anggota ketujuh yang paling pintar dan cerdik di antara mereka, juga seorang yang paling cantik pula. Dia adalah Dewi Kuntum Persik.”

Mendengar ucapan Linghu Chong itu beberapa di antara para hadirin terkejut dan menoleh ke arahnya, namun mereka tidak paham atas apa yang baru saja ia katakan.

Terdengar Ren Yingying kembali menyalurkan suaranya, “Ini adalah saat-saat yang sangat gawat. Kau adalah Ketua Perguruan Henshan, sehingga tidak pantas lagi bicara seenaknya seperti dulu. Zuo Lengchan sedang terdesak. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untukmu merebut jabatan Ketua Perguruan Lima Gunung.”

Linghu Chong tercengang sadar. Ia kemudian merenung, “Yingying nekad menyamar untuk bisa datang ke Gunung Songshan ini demi untuk membantuku menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung. Padahal ia adalah putri Ketua Sekte Matahari dan Bulan yang merupakan musuh bebuyutan golongan putih di sini. Jika karena kebodohanku penyamarannya sampai terbongkar, entah bagaimana nasibnya, tentu aku takkan bisa memaafkan diri sendiri. Ia telah menempuh bahaya sedemikian besar hanya demi aku. Perasaannya kepadaku begitu mendalam. Aku benar-benar … benar-benar tak tahu bagaimana membalasnya.”

Kemudian terdengar Dewa Akar Persik berkata, “Tokoh besar seperti Mahabiksu Fangzheng tidak bisa kalian terima sebagai ketua. Yujizi sekarang hanya tinggal memiliki satu kaki. Zuo Lengchan sendiri jelas tidak berbudi dan berwatak keji. Maka mereka tidak bisa menduduki tempat terhormat itu. Sekarang biarlah kita memilih seorang kesatria muda yang ilmu pedangnya nomor satu di dunia untuk menjadi pimpinan kita. Kalau ada yang tidak setuju, silakan maju untuk meminta petunjuk kepadanya.” Bicara sampai di sini tangan kirinya lalu terangkat dan menunjuk ke arah Linghu Chong.

“Inilah dia Pendekar Linghu!” sambung Dewa Bunga Persik, “Dia adalah Ketua Perguruan Henshan yang juga memiliki hubungan dekat dengan Tuan Yue dari Perguruan Huashan. Dia juga bersahabat karib dengan Tuan Besar Mo dari Perguruan Hengshan. Di antara Serikat Pedang Lima Gunung jelas ada tiga perguruan yang pasti akan mendukungnya.”

Dewa Ranting Persik menambahkan, “Para pendeta dari Perguruan Taishan juga tidak bodoh semua. Sebagian besar di antara mereka pasti juga akan mendukung Pendekar Linghu.”

Dewa Buah Persik menyambung, “Perguruan Lima Gunung awalnya bernama Serikat Pedang Lima Gunung, yaitu perserikatan lima perguruan pedang. Maka, barangsiapa memiliki ilmu pedang paling hebat tentunya ia berhak menjadi ketua.”
“Nah, Zuo Lengchan, jika kau setuju, silakan maju untuk mencoba ilmu pedang Pendekar Linghu. Yang menang, dialah yang berhak menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung. Ini namanya bertanding pedang untuk merebut kedudukan!” seru Dewa Daun Persik.
Di antara para hadirin selain para anggota Serikat Pedang Lima Gunung dan tamu-tamu kehormatan seperti Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu, sisanya adalah orang-orang persilatan yang datang untuk menonton keramaian. Sebenarnya mereka paling tidak suka mendengarkan pidato panjang lebar dan bertele-tele. Hanya saja, ucapan-ucapan Enam Dewa Lembah Persik yang jenaka dan menggelikan telah membuat mereka bisa menerima perdebatan itu dan mengikutinya dengan senang. Andai saja semua orang berbicara seperti Yue Buqun tadi, tentu mereka akan merasa bosan setengah mati dan pulang sebelum acara selesai. Selain itu, peristiwa kematian Pendeta Tianmen dan bagaimana Yujizi kehilangan kaki dan kedua lengan telah membuat para hadirin merasa ngeri. Maka, begitu mendengar Dewa Daun Persik mengemukakan “bertanding pedang untuk merebut kedudukan” serentak para hadirin pun bersorak gembira menyatakan setuju. Mereka berpikir kini saatnya mengubah kengerian dalam hati menjadi perasaan semangat untuk menyaksikan pertandingan sengit di antara tokoh-tokoh tertinggi yang dijagokan oleh pihak masing-masing.

Sementara itu Linghu Chong berpikir, “Aku telah berjanji kepada Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu untuk merintangi ambisi Zuo Lengchan menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung. Maka, sebaiknya aku harus membantu Guru menjadi ketua. Beliau terkenal baik budi dan bijaksana tentu akan dapat diterima oleh semua pihak. Padahal, selain Beliau rasanya tiada lagi tokoh dalam Serikat Pedang Lima Gunung yang sesuai untuk menjabat kedudukan penting ini.”

Karena berpikir demikian, segera Linghu Chong berseru, “Di hadapan kita sudah tersedia seorang tokoh yang paling cocok untuk menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung, mengapa kalian semua lupa? Siapa lagi di antara kita yang bisa menandingi Tuan Yue si Pedang Budiman dari Perguruan Huashan? Ilmu silat Tuan Yue tinggi, pengetahuannya luas, orangnya berbudi dan bijaksana. Semua ini sudah kita ketahui bersama. Maka, segenap anggota Perguruan Henshan kami dengan tulus menyarankan agar Tuan Yue diangkat sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung.”

Serentak murid-murid Huashan bersorak gembira dan menyatakan setuju.

Seorang tokoh Songshan menanggapi, “Ilmu silat Tuan Yue memang tinggi. Tapi kalau dibandingkan dengan Ketua Zuo masih kalah setingkat. Selain itu, Ketua Zuo juga telah memimpin Serikat Pedang Lima Gunung selama bertahun-tahun. Maka, menurut pendapatku hanya Ketua Zuo yang paling tepat untuk menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung. Di samping itu bisa disediakan empat kursi wakil ketua yang masing-masing diisi oleh Tuan Yue, Tuan Besar Mo, Pendekar Linghu, dan Pendeta … Pendeta Yuqingzi atau Pendeta Yuyinzi, terserah kepada pilihan orang-orang Taishan sendiri.”

Dewa Ranting Persik menyahut, “Yujizi belum mati, hanya kehilangan dua lengan dan sebelah kaki saja. Lantas mengapa kalian menyingkirkan dia begitu saja?”

Dewa Daun Persik berkata, “Lebih baik bertanding saja untuk merebut jabatan ketua. Pertandingan pedang adalah cara yang paling adil. Siapa yang menang, dia yang menjadi ketua!”

Beribu-ribu hadirin serentak ikut-ikutan berteriak, “Benar, benar! Bertanding pedang saja untuk menentukan ketua!”

Linghu Chong berpikir Zuo Lengchan harus dijatuhkan lebih dulu supaya pihak Songshan putus harapan dan sukar untuk mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung. Maka dengan pedang terhunus ia lantas maju ke tengah dan berseru, “Tuan Zuo, sesuai kehendak banyak orang, marilah kita berdua memulai pertandingan ini!”

Dalam hati Linghu Chong berpikir, “Kalau bicara ilmu pedang, rasanya aku masih sanggup mengatasi Zuo Lengchan. Namun kalau bertanding ilmu pukulan, jelas aku sukar menghadapi Jurus Tapak Es Mahadingin andalannya. Ketua Ren saja hampir kehilangan nyawa saat melawannya di Biara Shaolin tempo hari. Setelah berhasil mengalahkan Zuo Lengchan, maka aku akan mengalah dalam pertandingan melawan Guru. Kalau Paman Mo ikut serta dalam pertandingan ini juga belum tentu bisa menang melawan Guru. Sementara itu pihak Taishan sudah kehilangan dua orang jagonya; yang satu tewas, yang satu lagi kehilangan lengan dan sebelah kaki. Namun seandainya dalam bertanding ilmu pedang aku tidak bisa mengalahkan Zuo Lengchan, paling tidak aku harus bertahan ribuan jurus supaya tenaganya terkuras habis dan dalam pertandingan selanjutnya, peluang Guru untuk menjadi juara akan terbuka lebar.”

Maka, Linghu Chong segera mengayunkan pedangnya dan berseru, “Tuan Zuo, setiap anggota Serikat Pedang Lima Gunung mahir memainkan pedang. Sekarang biarlah pedang menentukan siapa yang kalah, siapa yang menang.” Dengan ucapan ini ia sudah menutup jalan Zuo Lengchan agar tidak mengajaknya bertanding ilmu pukulan.

Mendengar itu para hadirin semakin ramai bersorak-sorak menyatakan setuju dan berteriak-teriak minta pertandingan lekas dimulai.

“Pendekar Linghu benar! Silakan adu pedang! Yang menang menjadi ketua, yang kalah mendengar perintah. Ini baru namanya adil.”

“Tuan Zuo, lekaslah jawab tantangannya! Apa kau takut kalah?”

“Bicara terus seharian, apa tidak bosan? Ayo mulai bertarung saja!” demikian para hadirin berteriak-teriak.

Suasana di Puncak Songshan itu semakin ramai, dan teriakan-teriakan para hadirin terdengar semakin nyaring. Bahkan, orang-orang berpengalaman yang biasanya bersikap tenang dan hati-hati juga tidak bisa menahan diri untuk ikut bersorak. Tidak hanya itu, orang-orang yang diundang Zuo Lengchan untuk menjadi sekutu pihak Songshan juga ikut berteriak-teriak. Para hadirin yang berjumlah ribuan itu sebenarnya tidak peduli siapa yang akan menjadi ketua dan mereka juga tidak ingin ikut campur. Namun pertandingan adu senjata adalah peristiwa seru yang ingin mereka saksikan. Mereka semua berharap bisa menonton beberapa pertarungan yang mendebarkan.

Karena mendapat dukungan banyak orang, Linghu Chong merasa senang dan melanjutkan, “Bagaimana, Tuan Zuo? Jika kau enggan bertanding pedang denganku, tiada salahnya apabila kau mengumumkan di depan umum bahwa kau mengundurkan diri dari pencalonan Ketua Perguruan Lima Gunung ini. Para jago lainnya silakan bertanding!”

“Hayo maju! Hayo bertanding!!” demikian suara para hadirin kembali berteriak-teriak. “Yang tidak berani bertanding bukanlah kesatria, tapi pengecut!” sambung yang lain.

Zuo Lengchan dan orang-orang Songshan lainnya terdiam tidak menjawab sepatah kata pun. Mereka sadar kalau ilmu pedang Linghu Chong sangat tinggi, namun juga tidak pantas jika menolak tantangannya. Di tengah keadaan yang menegangkan itu tiba-tiba terdengar suara seseorang yang melengking nyaring berkumandang, “Jika para hadirin sudah menghendaki pemilihan Ketua Perguruan Lima Gunung ditentukan melalui pertandingan adu pedang, maka kita tidak dapat mengabaikan harapan banyak orang.” Orang yang berbicara ini tidak lain adalah Yue Buqun.

“Ucapan Tuan Yue tidak salah!” sambut banyak orang. “Ayo bertanding! Lekas dimulai!”

“Bertanding untuk merebut kedudukan memang suatu cara yang lazim,” lanjut Yue Buqun, “Hanya saja, tujuan peleburan Serikat Pedang Lima Gunung ini sebenarnya untuk mengurangi pertengkaran serta mencari kedamaian di antara sesama kawan persilatan. Sebab itu kalau pertandingan dilangsungkan, sebaiknya cukup dibatasi hanya pada persentuhan saja. Begitu sudah jelas siapa yang menang siapa yang kalah harus segera dihentikan. Sama sekali tidak boleh melukai apalagi mencelakai jiwa lawan. Seperti meninggalnya Pendeta Tianmen dan terlukanya Pendeta Yuji tadi sungguh sangat kusesalkan.”

Karena apa yang dikatakan Yue Buqun cukup masuk akal, seketika suasana menjadi sunyi hening. Sejenak kemudian barulah seorang hadirin berteriak, “Pertandingan dibatasi memang baik, namun senjata tak punya mata. Bila ada yang terluka atau binasa, anggap saja dirinya sedang sial dan jangan menyalahkan pihak lain.”

“Benar!” sambung seorang lagi. “Kalau takut mati dan takut terluka, lebih baik tinggal di rumah dan meniduri istrinya saja. Untuk apa susah-susah hadir ke sini?”

Maka bergemuruhlah suara tawa banyak orang.

Yue Buqun menyahut, “Namun demikian, aku rasa pertandingan nanti harus tetap berlangsung secara persahabatan. Aku mempunyai beberapa pendapat yang mungkin bisa digunakan. Untuk itu mohon pertimbangan para hadirin sekalian.”

“Ah, mau bicara apa lagi? Lekas bertarung saja!” teriak seorang hadirin.

“Jangan mengacau! Dengarkan dulu apa yang hendak diuraikan Tuan Yue!” seru seorang lain.

“Siapa yang mengacau? Kau pulang saja, tidur dengan ibumu sana!” jawab orang yang pertama tadi.

Seketika terjadilah perang mulut dengan kata-kata kotor di antara kedua pihak tersebut.

Ding Mian membela Zuo Lengchan.
Para hadirin bersorak memberi dukungan.

(Bersambung)