Bagian 103 - Penggabungan Lima Gunung

Enam Dewa Lembah Persik mengoceh sendiri.

Sementara itu, Dewa Buah Persik tiba-tiba menangis keras-keras, “Wah, tidak bisa, tidak bisa seperti ini! Kami enam bersaudara sejak keluar dari perut ibu selamanya tidak pernah berpisah satu sama lain. Apabila sekarang kami masing-masing harus memimpin di setiap perguruan, itu artinya kami harus terpencar di lima tempat yang berbeda. Ini tidak boleh terjadi, takkan kulakukan!” Tangisannya ini bukan pura-pura, seakan-akan kedudukan mereka di lima gunung sebagai ketua sudah ditetapkan dengan pasti.

Dewa Dahan Persik menanggapi, “Adik Keenam jangan bersedih. Kita semua pasti takkan berpisah. Kau tidak tega berpisah dengan kakak-kakakmu, kakakmu ini juga tidak tega berpisah denganmu. Maka, jalan yang paling baik supaya kita tidak diangkat sebagai pemimpin kelima gunung yang terpisah-pisah jauh itu, terpaksa kita harus menyatakan menolak peleburan Serikat Pedang Lima Gunung.”

Dewa Akar Persik menyahut, “Benar, benar! Biarkan Serikat Pedang Lima Gunung tetap seperti sekarang!”

Dewa Buah Persik menyambung, “Seandainya harus dilebur juga perlu menunggu sampai kelak di dalam Serikat Pedang Lima Gunung muncul seorang pahlawan sejati, seorang kesatria gagah yang lebih berwibawa daripada kita berenam, lebih sakti dari kita berenam, dan didukung banyak orang untuk memimpin Perguruan Lima Gunung. Dengan demikian barulah kita dapat menyetujui peleburan ini.”

Melihat keenam orang itu masih saja mengoceh kian kemari, Zuo Lengchan memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dan tepat untuk mengatasi keadaan. Maka, ia pun segera berteriak, “Sesungguhnya Ketua Perguruan Henshan dijabat kalian enam kesatria ataukah masih ada orang lain lagi? Apakah urusan Perguruan Henshan telah dikuasakan kepada kalian?”

Dewa Ranting Persik menyahut, “Bisa saja kami enam kesatria besar ini menjadi Ketua Perguruan Henshan. Tapi jika kami menjadi Ketua Henshan, itu berarti kami harus sederajat dengan orang bermarga Zuo seperti dirimu ini. Untuk itu, hehe, hehe ….”

Dewa Bunga Persik menanggapi, “Berdiri sama tinggi duduk sama rendah dengan dia sudah tentu akan sangat menurunkan derajat kami berenam. Sebab itulah jabatan Ketua Perguruan Henshan terpaksa kami serahkan kepada Tuan Muda Linghu.”

Sungguh tidak terlukiskan kemarahan Zuo Lengchan di dalam hati. Dengan nada dingin ia berkata kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, sebagai Ketua Perguruan Henshan, kenapa kau tidak dapat menertibkan mereka dan membiarkan keenam pendekar ini mengoceh di depan para kesatria gagah yang hadir di sini? Bukankah hanya membuat malu saja?”

Linghu Chong menjawab, “Keenam bersaudara ini hanyalah orang-orang yang bersifat polos seperti anak kecil, namun sesungguhnya mereka adalah manusia-manusia jujur yang tidak suka mengarang kata-kata dusta. Mereka hanya menguraikan kembali apa yang pernah diucapkan mendiang ketua kami, Biksuni Dingxian. Sudah tentu ucapan mereka jauh lebih dapat dipercaya daripada orang luar yang suka bicara omong kosong.”

Zuo Lengchan mendengus, “Hm, jadi dalam hal peleburan Serikat Pedang Lima Gunung ini hanya Perguruan Henshan kalian saja yang mempunyai pendirian berbeda?”

Linghu Chong mengangguk dan berkata, “Dalam hal ini Perguruan Henshan tidak memiliki pendirian tersendiri. Tuan Yue Ketua Perguruan Huashan adalah guruku yang berbudi. Beliau orang pertama yang mengajarkan kepandaian padaku. Meski sekarang aku telah masuk perguruan lain, tapi tetap tidak berani melupakan ajaran-ajaran guruku di masa lampau.”

“Jika demikian, kau masih tetap tunduk kepada apa yang dikatakan Tuan Yue dari Perguruan Huashan?” Zuo Lengchan menegas.

“Benar sekali,” sahut Linghu Chong. “Perguruan Huashan dan Henshan tetap bahu-membahu dan bergotong royong satu hati.”

Zuo Lengchan lantas berpaling ke arah rombongan Perguruan Huashan dan berseru, “Tuan Yue, Ketua Linghu ternyata tidak melupakan budi baikmu di masa lampau, sungguh aku ikut gembira dan mengucapkan selamat padamu. Dalam hal peleburan Serikat Pedang Lima Gunung ini apakah kau mendukung atau menentang, yang jelas Ketua Linghu telah menyatakan akan mengikuti langkahmu. Lantas bagaimana dengan pendirianmu?”

“Terima kasih atas pertanyaan Ketua Zuo,” jawab Yue Buqun tenang. “Mengenai urusan peleburan ini aku memang pernah mempertimbangkannya secara masak-masak. Tapi untuk mengambil suatu keputusan yang sempurna, sungguh tidaklah mudah.”

Seketika perhatian semua orang beralih ke arah Yue Buqun. Sebagian besar di antara mereka berpikir, “Perguruan Hengshan sudah kehilangan wibawa, Perguruan Taishan juga terpecah belah. Kalau sekarang Perguruan Huashan dan Henshan bersatu, dan ditambah Hengshan yang menggabungkan diri dengan mereka, tentu akan sanggup menandingi kekuatan Songshan.”

Terdengar Yue Buqun berkata, “Perguruan Huashan kami memiliki sejarah lebih dari dua ratus tahun. Kami memiliki kenangan pahit pernah terpecah belah menjadi Kelompok Pedang dan Kelompok Tenaga Dalam. Tentu banyak di antara Saudara yang hadir saat ini masih ingat akan peristiwa menyedihkan itu. Maka, kalau terkenang kepada pertentangan di antara kalangan sendiri yang kejam di masa lalu, sungguh sampai sekarang aku masih merasa ngeri ….”

Linghu Chong terkesiap dan merenung, “Aneh, mengapa hari ini Guru menceritakan peristiwa yang dianggap memalukan itu? Padahal Beliau biasanya menyimpan rapih masalah Perguruan Huashan. Mengapa hari ini Beliau menceritakannya di depan banyak orang ini?”

Terdengar Yue Buqun melanjutkan kata-katanya dengan suara yang melengking nyaring. Linghu Chong berpikir sang guru tentu sudah berhasil mencapai tingkatan tertinggi dalam mempelajari ilmu Awan Lembayung. Suaranya terdengar berkumandang jauh mengalahkan gemuruh ribuan orang yang hadir di situ.

Yue Buqun berkata, “Oleh karena itu, aku merasa di antara berbagai golongan dan aliran persilatan kita ini daripada terpecah belah adalah lebih baik jika tergabung menjadi satu. Selama beratus-ratus, bahkan beribu-ribu tahun entah sudah berapa banyak kaum persilatan yang menjadi korban saling bunuh-membunuh. Semua itu adalah karena perbedaan paham atau perselisihan antargolongan. Aku sering berpikir, apabila dalam dunia persilatan tiada perbedaan aliran dan perguruan, maka semua orang bagaikan satu keluarga besar saja. Satu sama lain laksana saudara sekandung, maka dapat dipastikan setiap perselisihan dan pertumpahan darah tentu dapat dikurangi sampai sembilan puluh persen. Jika demikian yang terjadi, tentu tidak akan ada lagi para kesatria yang mati muda. Para janda dan anak yatim tanpa tempat bersandar juga bisa dikurangi.”

Pada umumnya kaum persilatan memang sering mengalami nasib mati muda dengan meninggalkan anak istri yang merana. Maka itu, kata-kata Yue Buqun seolah tepat mengenai lubuk hati sebagian besar para hadirin. Tidak heran jika banyak yang manggut-manggut mendengarnya. Ada pula yang berbisik, “Yue Buqun berjuluk ‘Si Pedang Buiman’, ternyata ia memang benar-benar berbudi luhur dan julukannya bukanlah nama kosong.”

“Shanti, shanti!” ujar Mahabiksu Fangzheng. “Kata-kata Tuan Yue benar-benar bijaksana. Apabila setiap orang persilatan mempunyai jalan pikiran seperti Tuan Yue, tentu kekacauan di dunia ini akan hilang sirna tanpa bekas.”

Yue Buqun menanggapi, “Ah, Mahabiksu terlalu memuji. Sedikit pendapatku yang dangkal ini tentu sebelumnya sudah menjadi buah pikiran para pemuka agama turun-temurun dari Perguruan Shaolin. Sebenarnya dengan nama besar dan pengaruh Biara Shaolin, asalkan mau tampil ke muka dan menyerukan persatuan, maka setiap orang yang berpandangan jauh pasti akan setuju dan akan menghasilkan banyak manfaat pula selama ratusan tahun terakhir ini. Namun sumber ilmu silat tiap perguruan tidaklah sama, cara berlatihnya pun beda, tentu sangat tidak mudah untuk mempersatukan mereka. Memang seorang budiman lebih mementingkan persahabatan daripada prinsip, sehingga bisa saja mereka bersahabat meskipun ilmu silat tidaklah sama. Akan tetapi, sampai sekarang di antara berbagai golongan dan aliran masih terus saja bertentangan satu sama lain baik secara terang-terangan maupun secara gelap-gelapan sehingga banyak memakan korban jiwa dan harta. Bahwasanya selama ini banyak di antara tokoh bijaksana telah menyelami betapa besar bencana yang ditimbulkan karena perbedaan golongan dan aliran, lalu mengapa kita tidak bertekad untuk melenyapkannya? Aku benar-benar bingung, sudah sekian lama merenungkan persoalan ini, baru beberapa hari yang lalu aku sadar dan memahami di mana letak kunci untuk memecahkan persoalan ini. Karena urusan ini menyangkut nasib setiap kawan persilatan, aku tidak berani merahasiakan hasil pemikiranku lagi. Maka itu, segera akan kukemukakan di sini dengan meminta pertimbangan para hadirin.”

“Silakan bicara, silakan bicara!” seru banyak orang. “Pendapat Tuan Yue pasti sangat bagus!”

Setelah suasana agak tenang barulah Yue Buqun kembali berbicara, “Setelah aku merenungkan secara mendalam, akhirnya kutemukan juga titik persoalannya. Rupanya penyakit kegagalan dari usaha penghapusan perbedaan golongan dan aliran ini seringkali disebabkan karena usaha yang tergesa-gesa. Para kesatria berbudi luhur di dunia persilatan ingin menghilangkapn perbedaan di antara aliran dan golongan, namun mereka cenderung terburu-buru ingin melihat hasinya. Padahal, jumlah perguruan dan aliran persilatan yang besar ada puluhan, dan yang kecil mencapai ribuan banyaknya. Setiap golongan juga sudah memiliki sejarah lama. Kalau secara sekaligus hendak melenyapkan sejarah masing-masing golongan tentunya ini sangat sulit seperti mendaki langit.”

“Jadi, menurut pendapat Tuan Yue adalah tidak mungkin untuk menghapuskan perbedaan golongan dan aliran? Jika betul demikian, bukankah pendapat Tuan Yue ini sangat mengecewakan harapan banyak orang?” ujar Zuo Lengchan.

“Walaupun urusan ini sangat sulit, tapi bukan sama sekali tidak mungkin,” jawab Yue Buqun. “Baru saja aku menyatakan bahwa titik penyakitnya terletak pada usaha yang tergesa-gesa ingin cepat selesai, tapi akhirnya malah berantakan. Jadi, caranya yang harus diubah dan kita semua harus bahu membahu sama-sama berusaha mewujudkannya. Kelak setelah lima puluh ataupun seratus tahun, pada akhirnya pasti berhasil.”

Zuo Lengchan berkata, “Kalau perlu lima puluh atau seratus tahun, bukankah para pahlawan dan kesatria yang hadir sekarang ini hampir semuanya sudah masuk liang kubur?”

Yue Buqun menjawab, “Kita hanya perlu berusaha sekuat tenaga, soal kelak mendapatkan hasil atau tidak janganlah terlalu kita pikirkan. Ini namanya leluhur yang menanam pohon, keturunan yang memetik buahnya. Kita hanya menanam pohon saja, biarlah anak cucu kita yang mengambil buahnya. Hal seperti ini bukankah perbuatan mulia? Lagipula, usaha jangka panjang lima puluh atau seratus tahun adalah jangka waktu secara keseluruhannya. Kalau ingin merasakan sedikit hasilnya mungkin dalam waktu delapan atau sepuluh tahun juga sudah terlihat nyata.”

Zuo Lengchan bertanya, “Dalam sepuluh atau delapan tahun sudah akan terlihat hasil yang nyata walaupun hanya sebagian kecil saja. Hm, ini sungguh bagus. Tapi entah bagaimana cara kita harus berusaha bersama?”

Yue Buqun tersenyum menjawab, “Seperti apa yang dilakukan Ketua Zuo sekarang ini adalah perbuatan luhur yang bermanfaat bagi kaum persilatan pada umumnya. Bahwasanya untuk menghapuskan perbedaan pandangan di antara berbagai golongan dan aliran secara sekaligus boleh dikata sukar terlaksana, tapi kalau diusahakan agar perguruan-perguruan yang tempatnya berdekatan, atau yang ilmu silatnya hampir mirip, atau yang mempunyai hubungan kekerabatan, maka di antara mereka bisa diadakan penggabungan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama perbedaan golongan dan aliran di dunia persilatan ini tentu akan berkurang sebagian besar. Seperti halnya peleburan di antara Serikat Pedang Lima Gunung kita menjadi Perguruan Lima Gunung adalah teladan yang nyata bagi golongan-golongan lain, dan ini akan menjadi peristiwa besar yang akan terus dibicarakan sepanjang masa.”

Ucapan terakhir Yue Buqun ini seketika membuat para hadirin gempar. Banyak dari mereka yang berteriak, “O, ternyata Perguruan Huashan juga setuju Serikat Pedang Lima Gunung dilebur menjadi satu.”

Linghu Chong sangat terkejut mendengarnya. Ia berpikir, “Tak kusangka, ternyata Guru juga menyetujui peleburan ini. Padahal aku terlanjur menyatakan hendak megikuti langkah Beliau. Apakah aku harus menarik kembali ucapanku tadi?” Dengan perasaan cemas ia memandang ke arah Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu. Dilihatnya kedua tokoh sepuh itu menggeleng kepadanya dengan wajah agak lesu.

Zuo Lengchan sendiri sejak awal khawatir kalau Yue Buqun akan menolak peleburan ini. Ia merasa segan menghadapi Ketua Perguruan Huashan yang terkenal ahli dalam berdebat dan juga sulit dipaksa untuk melakukan sesuatu. Maka, begitu mendengar keputusan Yue Buqun seketika hatinya sangat terkejut bercampur gembira. Ia pun berkata, “Sebenarnya maksud Perguruan Songshan menghendaki peleburan ini hanyalah demi kepentingan kita bersama. Pepatah mengatakan: ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.’ Namun dari uraian Tuan Yue tadi ternyata peleburan Serikat Pedang Lima Gunung dapat mendatangkan manfaat-manfaat yang begitu besar. Sungguh, aku merasa seperti pintar mendadak.”

Yue Buqun menjawab, “Setelah kelima perguruan digabungkan, bila kita ingin memperbesar pengaruh dan mengadu kekuatan dengan golongan lain, maka akibatnya hanya menimbulkan bencana di dunia persilatan. Sebab itu, asas tujuan peleburan ini harus mengutamakan ‘hindarkan pertentangan dan akhiri permusuhan’. Menurut dugaanku banyak di antara kawan persilatan yang khawatir peleburan kita ini pasti akan merugikan pihak lain. Dalam hal ini aku dapat menyatakan supaya kawan-kawan janganlah khawatir.”

Banyak di antara para hadirin menjadi lega mendengar jaminan Yue Buqun itu. Namun ada juga yang masih ragu-ragu dan kurang percaya.

“Jika demikian, Perguruan Huashan jelas setuju dengan peleburan?” tanya Zuo Lengchan.

“Benar,” jawab Yue Buqun. Ia diam sejenak kemudian memandang ke arah Linghu Chong sambil berkata, “Ketua Linghu dari Perguruan Henshan dulu pernah tinggal di Gunung Huashan. Aku pernah mempunyai hubungan guru dan murid selama dua puluh tahun lebih dengannya. Sejak dia meninggalkan Huashan, ternyata selama ini masih ingat akan hubungan baik di masa lalu dan tetap mengharapkan agar kami dapat berkumpul bersama lagi dalam satu perguruan yang sama. Dalam hal ini aku tadi telah menyanggupi bahwa kami pasti akan berkumpul kembali di dalam suatu perguruan dan ini bukanlah hal yang sulit.” Bicara sampai di sini, wajahnya kemudian menampilkan senyuman manis.

Linghu Chong tergetar namun kemudian paham. Dalam hati ia berkata, “Ternyata kesanggupan Guru dalam menerimaku kembali sebagai murid bukanlah untuk kembali ke dalam Perguruan Huashan, melainkan bergabung ke dalam Perguruan Lima Gunung. Rasanya ini boleh juga. Lagipula tadi Guru telah menyatakan bahwa setelah dilebur menjadi satu, asas tujuan Perguruan Lima Gunung adalah menghindari pertentangan dan mengakhiri permusuhan. Jika nanti Huashan dan Henshan bersekutu, serta ditambah dengan kekuatan Hengshan dan sebagian Taishan, ini berarti akan lebih besar pengaruhnya daripada persekutuan Songshan dan para pengkhanat Taishan sehingga asas yang dikemukakan Guru tadi dapat dijalankan.”

Sementara Linghu Chong terbuai oleh pikirannya sendiri, terdengar Zuo Lengchan berkata, “Selamat untuk Tuan Yue dan Ketua Linghu! Mulai hari ini kalian berkumpul kembali dalam suatu keluarga besar. Ini benar-benar peristiwa yang menggembirakan.”

Menyusul kemudian banyak di antara para hadirin yang juga bersorak dan bertepuk tangan menyatakan selamat.

Tapi mendadak Dewa Ranting Persik berteriak, “Tidak, urusan ini tidak baik, sangat tidak baik.”

“Kenapa tidak baik?” tanya Dewa Dahan Persik.

“Jabatan Ketua Perguruan Henshan bukankah tadinya adalah hak kita enam bersaudara?” tanya Dewa Ranting Persik.

“Betul!” serentak Dewa Dahan Persik dan yang lain ikut menjawab.

“Tapi karena kita segan menjadi ketua, maka jabatan itu kita serahkan kepada Linghu Chong dengan satu syarat bahwa dia harus membalaskan sakit hati kematian Biksuni Dingxian bertiga, betul tidak? Dan kalau tidak melaksanakan tugasnya itu berarti jabatannya sebagai ketua menjadi batal, betul tidak?” ujar Dewa Ranting Persik.

“Benar sekali!” serentak kelima saudaranya kembali mengiakan.

“Namun pembunuh ketiga biksuni sepuh jelas berada di dalam Perguruan Lima Gunung juga,” kata Dewa Ranting Persik. “Maka menurut pendapatku, kemungkinan besar si pembunuh bermarga Zuo, atau mungkin You, atau mungkin Zhong. Apabila Linghu Chong bergabung dengan Perguruan Lima Gunung, itu berarti dia akan menjadi saudara seperguruan dengan manusia jahanam bermarga Zuo, atau You, atau Zhong, dan itu berarti dia tidak akan mampu membalaskan sakit hati Biksuni Dingxian bertiga.”

“Benar, sedikit pun tidak salah,” seru kelima saudaranya.

Nama “Zuo” bermakna “kiri”, “You” bermakna “kanan’, sedangkan “Zhong” bermakna “tengah”. Meskipun demikian, Zuo Lengchan jelas merasa tersinggung. Ia berpikir, “Keparat, kalian berenam berani menghinaku di depan umum. Jika dibiarkan hidup lebih lama tentu semakin banyak ocehan-ocehan tidak senonoh yang akan kalian lontarkan kepadaku.”

Terdengar Dewa Akar Persik berkata, “Kalau Linghu Chong tidak membalaskan sakit hati ketiga biksuni sepuh, berarti dia batal menjadi Ketua Perguruan Henshan, benar tidak? Kalau dia batal menjadi Ketua Perguruan Henshan berarti dia tidak berwenang lagi mengurusi Perguruan Henshan, benar tidak? Dan kalau dia tidak berwenang lagi berarti tidak boleh bicara atas nama Perguruan Henshan dalam soal peleburan ini, benar tidak?”

Setiap kali ia bertanya, setiap kali pula kelima adiknya serentak menjawab, “Benar!”

Kini ganti Dewa Dahan Persik yang bicara, “Tapi jabatan ketua tidak boleh kosong. Bila Linghu Chong tidak menjadi Ketua Perguruan Henshan, maka sepantasnya diangkat orang lain yang lebih sesuai, benar tidak? Di dalam Perguruan Henshan bukankah ada enam orang kesatria yang diakui kehebatannya dan juga kepandaiannya oleh Biksuni Dingxian, benar tidak? Bahkan tadi Zuo Lengchan juga memuji, ‘Kalian enam bersaudara berilmu tinggi dan berwawasan luas, sungguh aku merasa kagum.’ – benar tidak?”

“Benar!” jawab kelima saudaranya. Setiap kali ia bertanya, nadanya semakin keras, begitu pula jawaban kelima saudaranya juga semakin keras.

Karena merasa lucu, dan juga mengerti maksud Enam Dewa Lembah Persik yang jelas-jelas sengaja main gila terhadap Perguruan Songshan, maka sebagian di antara para hadirin ada yang ikut senang. Bahkan di antara mereka ada yang lantas ikut-ikutan bersuara. Setiap kali Enam Dewa Lembah Persik bertanya jawab, puluhan hadirin ikut-ikutan mengiakan.

Ketika Yue Buqun menyetujui peleburan Serikat Pedang Lima Gunung tadi, diam-diam Linghu Chong merasa cemas dan bingung. Kini begitu mendengar ocehan Enam Dewa Lembah Persik itu, dalam hati kecilnya timbul rasa senang seakan-akan keenam orang dungu itu telah menyelesaikan persoalan sulit baginya. Tapi setelah mengikuti ocehan mereka, hatinya menjadi terheran-heran. Ia pun berpikir, “Sungguh aneh, biasanya Enam Dewa Lembah Persik suka berdebat tidak penting dan berbelit-belit, tapi mengapa sekarang apa yang mereka ucapkan seakan-akan sangat teratur, seperti sudah disiapkan sebelumnya? Sepertinya tidak ada celah untuk mendebatnya. Ini sama sekali berbeda dengan kebiasaan mereka yang kacau balau. Sungguh perubahan yang aneh. Apakah mungkin di belakang mereka ada orang pandai yang memberi petunjuk?”

Terdengar suara Dewa Bunga Persik berkata, “Bahwasanya di dalam Perguruan Henshan ada enam kesatria yang berilmu silat tinggi dan berwawasan luas. Siapakah mereka berenam ini, kalian bukan orang bodoh, tentu sudah tahu, benar tidak?”

Ratusan hadirin serentak menjawab dengan tertawa, “Benar! Kami tahu!”

Dewa Bunga Persik menyambung, “Di dunia ini salah dan benar ditentukan suara terbanyak, ditentukan pendapat umum, yang sesuai dengan rasa keadilan dan hati nurani.”

“Benar!” jawab para hadirin serentak.

“Siapakah keenam kesatria besar itu? Coba katakan!” seru Dewa Bunga Persik.

“Siapa lagi kalau bukan kalian, Enam Dewa Lembah Persik!” teriak ratusan orang dengan suara bergemuruh.

“Itu dia!” seru Dewa Akar Persik. “Dengan demikian, jabatan Ketua Perguruan Henshan ini terpaksa kami berenam tidak berani menolaknya. Demi untuk melaksanakan tugas yang suci ini sesuai dengan harapan banyak orang, cocok dengan pilihan umum, sesuai dengan kehendak bapak mertua. Saat air pasang parit akan terbentuk, saat air surut batu karang akan terlihat, menggedor gunung yang tinggi, maka pintu gerbang akan terbuka ….”

Karena kata-katanya yang melantur itu, para hadirin sampai terpingkal-pingkal menahan geli. Sebaliknya, orang-orang Perguruan Songshan terlihat sangat kesal dan banyak di antaranya lantas membentak, “Persetan! Kalian berenam keparat sengaja mengacau di sini. Lekas enyah semua dari sini!”

“Aneh, sungguh aneh!” jawab Dewa Ranting Persik. “Kalian Perguruan Songshan dengan segala daya upaya berusaha hendak melebur Serikat Pedang Lima Gunung menjadi satu. Sekarang kami para kesatria Henshan telah sudi berkunjung ke Gunung Songshan ini, tapi kalian malah mengusir kami untuk pergi. Bila kami enam kesatria besar ini angkat kaki dari sini, segera para kesatria kecil, para pahlawan betina Perguruan Henshan yang lain juga akan ikut pergi dari sini. Lantas, peleburan Serikat Pedang Lima Gunung akan macet di tengah jalan, akan mati dalam kandungan, dan … dan … keguguran pula. Baiklah kalau begitu. Kawan-kawan Perguruan Henshan sekalian, karena kita sudah tidak diperlukan lagi, marilah kita pergi saja dari sini. Biarkan mereka mengadakan peleburan empat perguruan saja. Kalau Zuo Lengchan ingin menjadi Ketua Perguruan Empat Gunung, ya biarkan saja. Perguruan Henshan kita tidak sudi ikut campur.”

Pada dasarnya Yihe, Yiqing, dan yang lain sudah teramat benci kepada Zuo Lengchan. Maka begitu mendengar ajakan Dewa Ranting Persik itu, serentak mereka mengiakan dan berseru, “Benar, mari kita pergi saja dari sini!”

Begitu mendengar ini, Zuo Lengchan menjadi kelabakan. Ia berpikir, “Kalau Perguruan Henshan pergi, berarti Perguruan Lima Gunung akan tinggal Perguruan Empat Gunung saja. Padahal sejak dahulu di dunia ini yang dikenal adalah Serikat Pedang Lima Gunung, bukan Serikat Pedang Empat Gunung. Jika hanya empat perguruan yang bergabung dan aku menjadi ketua, rasanya juga tidak gemilang, malah akan ditertawakan dunia persilatan.”

Membayangkan itu Zuo Lengchan segera berkata kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, orang persilatan seperti kita sangat mengutamakan perkataan. Tadi kau telah menyatakan akan mengikuti langkah Tuan Yue, tentunya kau akan pegang teguh ucapanmu ini, bukan?”

Linghu Chong memandang ke arah Yue Buqun. Dilihatnya sang guru sedang manggut-manggut kepadanya dengan sikap simpatik dan sangat mengharapkan. Sebaliknya ketika ia memandang ke arah Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu, kedua tokoh itu tampak menggeleng-geleng kepala.

Di tengah kebimbangan itu, terdengar Yue Buqun berkata, “Chong’er, hubungan kita seperti ayah dan anak. Ibu-gurumu juga merindukanmu. Apakah kau tidak ingin berhubungan baik lagi dengan kami seperti dulu?”

Seketika Linghu Chong meneteskan air mata haru. Tanpa pikir panjang ia lantas berseru, “Guru dan Ibu Guru, memang itulah yang kuharap-harapkan. Bila kalian setuju peleburan ini, maka murid hanya menurut saja, tidak ada yang lain.” Ia diam sejenak, kemudian melanjutkan, “Namun, bagaimana dengan sakit hati ketiga biksuni sepuh ….”

“Kau jangan khawatir,” seru Yue Buqun menukas. “Mengenai kematian ketiga biksuni sepuh memang patut disesalkan oleh setiap kaum persilatan. Selanjutnya, sesudah kelima perguruan kita bergabung, maka urusan Perguruan Henshan sudah tentu menjadi urusanku juga. Tugas utama kita sekarang tidak lain adalah mencari tahu siapa pembunuh ketiga biksuni sepuh, lalu dengan tenaga gabungan kelima perguruan kita, serta meminta bantuan kawan-kawan persilatan yang hadir saat ini. Biarpun si pembunuh memiliki kepandaian setinggi langit juga akan kita cincang sampai hancur lebur. Chong’er, kukatakan lagi janganlah kau khawatir. Sekalipun pembunuhnya adalah tokoh penting dalam Perguruan Lima Gunung juga takkan kita ampuni.”

Kata-kata Yue Buqun itu diucapkan dengan gagah dan tegas. Serentak murid-murid Perguruan Henshan pun bersorak memuji. Yihe lantas berseru, “Ucapan Tuan Yue memang benar. Bila kau dapat tampil ke muka untuk membalaskan sakit hati ketiga biksuni sepuh kami, maka segenap keluarga Perguruan Henshan akan sangat berhutang budi.”

“Aku jamin, dalam waktu tiga tahun apabila aku tidak mampu membalaskan sakit hati ketiga biksuni sepuh, biarlah kawan-kawan persilatan boleh menganggapku sebagai manusia rendah, orang yang tidak tahu malu,” seru Yue Buqun lantang.

Ucapan ini semakin menimbulkan rasa senang murid-murid Henshan. Mereka bersorak gembira. Selain itu banyak juga para hadirin dari golongan lain yang ikut bertepuk tangan dan memuji.

Menyaksikan itu, Linghu Chong berpikir, “Aku telah bertekad untuk menuntut balas kematian ketiga biksuni sepuh, tapi susah rasanya menetapkan batas waktu. Meskipun banyak yang mencurigai Zuo Lengchan sebagai pembunuhnya, tapi bagaimana cara membuktikannya? Seandainya dia dapat dibekuk dan ditanyai, apakah mungkin dia mau mengaku terus terang? Tapi mengapa Guru berbicara begitu tegas dan pasti? Ah, tentu Beliau sudah tahu siapa pembunuh mereka dengan bukti-bukti yang nyata. Maka itu, dalam waktu tiga tahun Guru yakin akan dapat membereskannya.”

Semula Linghu Chong khawatir murid-murid Perguruan Henshan menentang pendiriannya yang mengikuti langkah Yue Buqun terhadap peleburan kelima perguruan. Sekarang begitu melihat mereka bersorak gembira, tanpa ada yang membantah, hatinya menjadi lega. Segera ia berseru, “Sungguh baik jika demikian. Guruku, Tuan Yue, sudah menyatakan, asalkan sudah jelas siapa pembunuh ketiga biksuni sepuh, sekalipun pembunuh itu adalah tokoh penting dalam Perguruan Lima Gunung juga takkan diampuni. Nah, Ketua Zuo, kau menyetujui ucapan ini atau tidak?”

Dengan nada dingin Zuo Lengchan menjawab, “Ucapan ini sangat bagus, mengapa aku tidak setuju?”

“Bagus,” seru Linghu Chong. “Nah, para kesatria yang hadir di sini telah mendengar semua, apabila biang keladi pembunuh ketiga biksuni sepuh nanti telah diketahui, tidak peduli siapa pun dia dan apa pun kedudukannya, maka setiap orang berhak untuk membinasakannya.”

Serentak sebagian besar di antara para hadirin bersorak menyatakan setuju.

Setelah suara ramai itu agak mereda, Zuo Lengchan pun berseru, “Nah, di antara kelima perguruan, Taishan di timur, Hengshan di selatan, Huashan di barat, Henshan di utara, dan Songshan di tengah, semua telah menyatakan persetujuannya. Maka, sejak hari ini di dunia persilatan takkan ada lagi nama Serikat Pedang Lima Gunung, yang ada hanyalah Perguruan Lima Gunung. Dengan demikian, segenap anggota kelima perguruan kita dengan sendirinya juga menjadi murid atau anggota Perguruan Lima Gunung.”

Usai berkata, ketika ia mengangkat sebelah tangan, serentak terdengar suara riuh gemuruh petasan bergema di angkasa Pegunungan Songshan sebagai tanda merayakan berdirinya “Perguruan Lima Gunung” secara resmi. Para hadirin saling pandang dengan tersenyum. Mereka berpikir, “Zuo Lengchan telah merencanakan ini semua dengan seksama. Mau atau tidak mau, Serikat Pedang Lima Gunung harus tetap dilebur entah bagaimanapun caranya. Andai saja ada yang menentangnya, sudah tentu akan terjadi banjir darah di Puncak Songshan ini.”

Begitulah, puncak gunung yang biasanya sunyi itu seketika penuh dengan remukan kertas bertebaran. Asap tampak mengepul memenuhi udara, serta suara petasan yang makin lama makin riuh sehingga bicara berhadapan pun tidak lagi terdengar. Selang agak lama barulah suara petasan mulai mereda.

Lalu di antara para hadirin ada yang menghampiri Zuo Lengchan untuk mengucapkan selamat. Tampaknya orang-orang ini adalah undangan atau sekutu Perguruan Songshan sendiri. Karena melihat peleburan Serikat Pedang Lima Gunung telah berjalan lancar, pengaruh Zuo Lengchan juga bertambah besar, maka mereka pun mendahului memberikan sanjung puji kepada sang tuan rumah. Tidak henti-hentinya Zuo Lengchan mengucapkan kata-kata rendah hati, namun tidak urung wajahnya yang dingin kaku seperti es itu menampilkan senyum kepuasan.

Tiba-tiba terdengar Dewa Akar Persik berseru, “Karena peleburan Serikat Pedang Lima Gunung menjadi Perguruan Lima Gunung sudah terjadi, maka kami, Enam Dewa Lembah Persik, terpaksa ikut mendukungnya. Ini namanya orang bijaksana tahu ke mana angin bertiup.”

Zuo Lengchan berpikir, “Sejak keenam keparat ini datang ke sini, hanya kata-kata inilah yang pantas didengar.”

Sementara itu Dewa Dahan Persik juga berseru, “Pada umumnya setiap perguruan tentu memiliki seorang ketua. Lalu Ketua Perguruan Lima Gunung ini harus dipegang siapa? Kalau para hadirin sepakat mengangkat kami Enam Dewa Lembah Persik sebagai ketua, terpaksa kami pun harus menerimanya.”

“Menurut kata-kata Tuan Yue tadi bahwa penggabungan ini adalah demi kepentingan dunia persilatan umumnya dan tidak untuk keuntungan pribadi,” seru Dewa Ranting Persik pula. “Jika demikian halnya, maka tugas seorang ketua sungguh sangat berat. Namun apa hendak dikata, mau tidak mau kami enam bersaudara harus bekerja sekuat tenaga.”

“Memang benar. Karena para hadirin begini simpatik kepada kami, mana boleh kami tidak bekerja mati-matian demi kawan-kawan persilatan pada umumnya?” sambung Dewa Daun Persik sambil menghela napas panjang.

Keenam bersaudara ini bercakap-cakap sendiri seakan-akan mereka benar-benar telah diangkat sebagai ketua oleh pilihan banyak orang. Seorang tinggi besar berbaju kuning dari Perguruan Songshan berteriak gemas, “Hei, siapa pula yang hendak mengangkat kalian menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung? Huh, seperti orang gila, tidak tahu malu?” Orang ini tidak lain adalah Ding Mian si Tapak Penahan Menara, adik seperguruan Zuo Lengchan nomor dua.

Serentak orang-orang Songshan lainnya juga ikut memaki, “Persetan! Omong kosong melulu! Huh, kalau bukan hari ini hari yang baik, jangan harap kalian dapat turun dari sini dengan kaki utuh!”

Ding Mian kemudian berseru kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, keenam orang tolol ini mengacau terus dari tadi. Kenapa kau diam saja?”

Mendengar itu Dewa Bunga Persik langsung menyahut, “Hah, kenapa kau panggil Linghu Chong sebagai ‘Ketua Linghu’? Jadi, kau mengakui dia sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung? Bukankah tadi Zuo Lengchan sudah menyatakan bahwa Songshan, Taishan, Henshan, Hengshan, dan Huashan sudah dihapus dari dunia persilatan? Maka, dengan sendirinya istilah ketua yang kau sebut tadi tentu dimaksudkan untuk Ketua Perguruan Lima Gunung.”

Dewa Buah Persik menyambung, “Meskipun kami lebih unggul setingkat dibandingkan Linghu Chong, tapi jika dia yang menjabat sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung rasanya boleh juga. Kalau memang yang lebih baik seperti kami tidak kalian terima sebagai ketua, terpaksa yang lebih rendah juga boleh.”

Dewa Akar Persik kemudian berteriak keras-keras, “Nah, Perguruan Songshan telah mengusulkan Linghu Chong sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung, bagaimana pendapat para hadirin sekalian?”

“Setuju!” teriak ratusan orang dengan suara nyaring dan merdu. Jelas mereka adalah murid-murid Perguruan Henshan.

Hanya karena Ding Mian salah bicara, ucapannya itu lantas menjadi bumerang yang langsung dilempar balik oleh Enam Dewa Lembah Persik. Seketika ia menjadi serbasalah dan kebingungan. Dengan suara gelagapan ia berseru, “Tidak, ti… tidak! Bu… bukan … bukan begitu maksudku.”

“Bukan begitu maksudmu?” sahut Dewa Dahan Persik. “Jika demikian tentu kau anggap kami Enam Dewa Lembah Persik lebih cocok menjadi Ketua Perguruan Lima Gunung? Wah, ternyata Saudara sangat mencintai kami enam bersaudara dan tidak ingin jabatan ketua jatuh ke tangan orang lain. Untuk ini kami terpaksa tidak bisa menolak lagi dan mau tidak mau harus menerimanya.”

“Begini saja,” sambung Dewa Ranting Persik. “Kami akan memegang jabatan ketua selama setahun. Kalau segala urusan sudah berjalan lancar, barulah kami serahkan kedudukan penting ini kepada tokoh lain, bagaimana?”

“Betul, betul! Ini namanya mengambil jalan tengah, sifat pemimpin bijaksana!” teriak kelima saudaranya yang lain.

Sungguh tidak terkira rasa kesal yang memenuhi dada Zuo Lengchan. Dengan nada dingin ia berseru, “Kalian berenam sudah terlalu banyak mengoceh, seakan-akan para kesatria yang hadir di Gunung Songshan ini tak berharga sama sekali. Boleh tidak kalau orang lain juga diberi kesempatan bicara?”

“Boleh, sudah tentu boleh, kenapa tidak boleh?” jawab Dewa Bunga Persik. “Ada kata-kata segera diucapkan, ada kentut segera dilepaskan!”

Seketika suasana menjadi sunyi senyap begitu mendengar kata-kata Dewa Bunga Persik itu. Maklum saja, siapa pun tidak mau membuka suara supaya tidak dianggap kentut.

Selang sejenak barulah Zuo Lengchan berbicara, “Para hadirin sekalian, silakan kemukakan pandangan masing-masing! Mengenai ocehan keenam orang sinting ini tidak perlu digubris lagi!”

Serentak Enam Dewa Lembah Persik menghirup napas panjang-panjang, lalu hidung mereka sama-sama mendengus-dengus dan mulut pun berkata, “Nyaring benar kentutnya. Tapi untungnya, tidak terlalu bau!”

Seorang tua kurus dari Perguruan Songshan tampil ke muka dan berseru, “Serikat Pedang Lima Gunung senasib sepenanggungan. Yang terakhir kali menjabat sebagai ketua perserikatan adalah Ketua Zuo. Nama besar Beliau cukup terkenal, wibawanya juga cukup disegani. Kalau sekarang kelima perguruan telah dilebur, dengan sendirinya Ketua Zuo pantas menjadi pemimpin kita. Kalau dijabat orang lain, kukira sukar diterima oleh banyak orang.” Orang yang berbicara ini juga adik seperguruan Zuo Lengchan yang bernama Lu Bai, yang dulu bersama Ding Mian dan Fei Bin terlibat dalam pembantaian keluarga Liu Zhengfeng pada Upacara Cuci Tangan Baskom Emas.

“Tidak benar, kurang tepat!” seru Dewa Bunga Persik. “Peleburan kelima perguruan menjadi satu adalah peristiwa besar dan merupakan sejarah baru. Oleh karena itu, jabatan ketua juga harus diisi oleh orang yang baru pula. Harus benar-benar orang yang baru.”

“Benar,” sambung Dewa Buah Persik. “Jika Zuo Lengchan tetap menjadi ketua, itu berarti ganti botol tanpa mengganti isinya. Jika demikian, lantas apa gunanya Serikat Pedang Lima Gunung dilebur menjadi satu?”

“Benar sekali. Ini sama seperti membuka toko baru, tapi menjual barang lama. Mana bisa laku?” sambung Dewa Ranting Persik. “Aku rasa Ketua Perguruan Lima Gunung dapat dijabat oleh siapa saja, kecuali Zuo Lengchan tidak boleh menjabatnya.”

“Menurut pendapatku, paling baik kalau jabatan ketua ini kita jabat secara bergiliran. Setiap orang menjadi ketua satu hari. Semuanya mendapat bagian, tua dan muda tidak ada satu pun yang dirugikan. Ini baru namanya adil, tidak pilih kasih, tidak pandang bulu, barang baik, harga pas! Memangnya kalian pikir peleburan kelima perguruan adalah peristiwa main-main?” seru Dewa Daun Persik.

“Usulanmu ini sungguh teramat bagus!” sambut Dewa Akar Persik. “Dan yang pantas menjadi ketua pertama adalah anggota yang berusia paling muda. Maka, aku mengusulkan adik cilik Qin Juan dari Perguruan Henshan sebagai Ketua Perguruan Lima Gunung yang pertama pada hari ini!”

“Setuju!” seru murid-murid Henshan bersama-sama. Mereka tahu apa yang diucapkan Enam Dewa Lembah Persik ini memang sengaja untuk menggagalkan rencana licik Zuo Lengchan. Bahkan, Qin Juan ikut bersorak-sorak pula. Selain itu ribuan hadirin yang senang pada keributan ikut-ikutan berteriak setuju, sehingga Puncak Songshan seketika berubah menjadi ramai kembali.

Seorang pendeta tua dari Taishan tampil dan berseru, “Ketua Perguruan Lima Gunung harus dijabat oleh seorang yang pandai dan bijaksana, seorang tokoh terkemuka yang punya nama baik dan pengaruh besar. Mana bisa jabatan sepenting itu diduduki secara bergiliran? Sungguh pikiran kalian ini seperti anak kecil!” Suara orang ini begitu keras dan lantang, jelas disertai tenaga dalam tingkat tinggi, sehingga di tengah ribut-ribut itu tetap terdengar dengan jelas oleh setiap hadirin.

Dewa Ranting Persik menanggapi, “Orang pandai bijaksana dan terkemuka yang memiliki nama baik dan pengaruh besar? Kukira hanya seorang tokoh persilatan yang memenuhi syarat ini, yaitu Kepala Biara Shaolin, Mahabiksu Fangzheng.”

Sejak tadi jika Enam Dewa Lembah Persik berbicara selalu menimbulkan gelak tawa banyak orang. Rupanya para hadirin menganggap mereka berenam bagaikan pelawak saja. Tapi, begitu Dewa Ranting Persik menyebut nama Mahabiksu Fangzheng, seketika suasana menjadi sunyi senyap, setiap orang tidak berani bersuara. Maklum saja, Mahabiksu Fangzheng adalah tokoh yang dihormati dan disegani oleh setiap kaum persilatan. Ilmu silatnya tinggi, sikapnya tulus dan welas asih, dan selalu mengutamakan keadilan dalam menyelesaikan perkara di dunia persilatan. Selain itu, Biara Shaolin juga telah mencapai puncak kejayaan dan menjadi perguruan nomor satu di dunia persilatan. Maka apa yang diucapkan oleh Dewa Ranting Persik kali ini tidak ada yang salah di telinga para hadirin, dan tidak ada seorang pun yang berani menertawakannya.

Dewa Akar Persik pun berteriak, “Apakah Kepala Biara Shaolin Mahabiksu Fangzheng terhitung tokoh yang pandai dan bijaksana, serta memiliki nama baik dan pengaruh besar?”

“Benar!” teriak ribuan hadirin bersamaan.

“Bagus!” sambut Dewa Akar Persik. “Itu artinya Mahabiksu Fangzheng telah disetujui dengan suara bulat oleh para hadirin. Jika demikian, maka jabatan Ketua Perguruan Lima Gunung mulai hari ini kita serahkan untuk dipegang Mahabiksu Fangzheng.”

Yue Buqun menyampaikan pendapat.
Zuo Lengchan mengumumkan Perguruan Lima Gunung

(Bersambung)