Bagian 70 - Tawaran Masuk Sekte

Huang Zhonggong tewas bunuh diri.

Ketika semua orang merasa bimbang dan ragu-ragu, mendadak Heibaizi berseru, “Mohon belas kasihan Ketua, biarlah hamba memakan satu butir dulu.” Usai berbicara ia pun merangkak mendekati meja, lalu menjulurkan tangan hendak mengambil obat itu.

Namun Ren Woxing lebih dulu mengibaskan lengan bajunya. Tubuh Heibaizi pun terlempar ke belakang dan akhirnya jatuh terjungkal, dengan kepala membentur dinding keras-keras.

“Tenaga dalammu sudah musnah, kau sudah menjadi manusia cacat. Kau hanya menyia-nyiakan obatku yang berharga?” ejek Ren Woxing. Lalu ia berpaling dan berkata, “Qin Weibang, Wang Cheng, Sang Sanniang, kalian tidak sudi minum obatku yang mujarab ini, benar tidak?”

Sang Sanniang, wanita setengah baya itu lantas membungkukkan badan dan berkata, “Hamba bersumpah akan selalu setia kepada Ketua Ren. Untuk selamanya hamba tidak akan berkhianat.”

Wang Cheng, si tetua pendek gemuk berkata pula, “Hamba juga akan tunduk dan setia kepada Ketua Ren untuk selama-lamanya.”

Kedua orang itu lantas mendekati meja. Masing-masing memungut sebutir pil lantas memasukkannya ke dalam mulut. Sejak dulu mereka memang sangat takut kepada Ren Woxing. Apalagi begitu mengetahui orang ini telah lolos dari penjara, rasa takut mereka semakin menjadi-jadi. Meskipun Dongfang Bubai juga memiliki pil yang serupa dan memaksa mereka menelannya supaya bersumpah setia, namun saat ini mereka merasa sedang berada di ujung tanduk. Demi mencari selamat, mereka terpaksa tunduk kepada Ren Woxing. Akibat yang akan datang di kemudian hari akan mereka pikirkan kelak saja.

Berbeda dengan Qin Weibang, tetua bertubuh tinggi besar ini semula adalah pemimpin tingkat menengah. Sewaktu Ren Woxing memegang kekuasaan, dia adalah pemimpin cabang Sekte Iblis yang mengurus wilayah Jiangsi, sehingga belum sempat menyaksikan secara langsung kehebatan Sang Ketua. Setelah melihat ketiga kawannya menelan obat maut tersebut, ia pun berseru, “Maaf, aku pulang saja!” Bersama itu ia lantas menjejakkan kedua kaki dan melompat keluar melalui lubang pada dinding tadi.

Ren Woxing bergelak tawa tanpa berusaha bangkit untuk merintanginya. Setelah tubuh Qin Weibang melewati lubang, tiba-tiba Xiang Wentian mengayunkan tangan kirinya perlahan. Dari lengan bajunya muncul seutas cambuk warna hitam yang panjang dan lembut. Gerakannya sungguh cepat dan membuat pandangan orang-orang di situ menjadi kabur.

“Aaahh!” terdengar suara Qin Weibang menjerit. Rupanya cambuk panjang itu telah membelit kaki kirinya. Xiang Wentian pun menarik cambuknya, sehingga tubuh Qin Weibang ikut tertarik masuk kembali ke dalam ruangan.

Cambuk hitam tersebut beukuran kecil, tidak sampai sebesar jari kelingking. Namun begitu terbelit olehnya, Qin Weibang ternyata tidak mampu melepaskan diri, hanya meronta-ronta dan bergulingan di lantai tanpa henti.

Ren Woxing berkata, “Sang Sanniang, ambillah sebutir pil ajaib itu, kupas dulu kulit luarnya dengan hati-hati!”

“Baik!” jawab Sang Sanniang dengan penuh hormat. Ia lalu mengambil sebutir pil di atas meja dan perlahan-lahan mengupas kulit luarnya yang berwarna merah itu menggunakan kuku sehingga terlihat biji bagian dalam yang berwarna abu-abu.

“Sekarang suruh dia menelan!” kata Ren Woxing memberi perintah lagi.

“Baik!” jawab Sang Sanniang kembali mengiakan. Wanita itu lalu mendekati Qin Weibang dan membentak, “Buka mulutmu!”

Mendadak Qin Weibang membalik tubuh dan memukul lengan Sang Sanniang menggunakan telapak tangannya. Meski ilmu silatnya sedikit di bawah wanita itu, tapi selisihnya juga tidak jauh. Namun karena kaki kirinya terbelit oleh cambuk, titik nadi pada beberapa bagian ikut tertekan. Akibatnya, pukulan telapak tangannya tersebut menjadi kurang bertenaga.

Maka dengan mudah kaki kiri Sang Sanniang pun menendang tangan yang memukul itu, menyusul kaki kanannya juga dengan telak mendepak dada Qin Weibang. Secara berantai, kedua kaki Sang Sanniang menendang pula menggunakan jurus Yuanyang, tepat mengenai bahu Qin Weibang. Tendangan susul-menyusul sebanyak tiga kali itu membuat tiga titik nadi lawan tertotok. Dengan cekatan, tangan kiri Sang Sanniang lantas menarik dagu Qin Weibang dan tangan kanan menjejalkan pil itu ke dalam mulutnya. Detik berikutnya, tangan kanan itu menekan tenggorokan Qin Weibang sehingga pil yang sudah dikupas tersebut tertelan mentah-mentah olehnya.

Linghu Chong terkesima menyaksikan pemandangan tersebut. Ia teringat penuturan Bao Dachu bahwa di dalam pil itu terkandung sejenis belatung perusak otak. Ia yakin bahwa kulit merah yang dikupas tadi sebenarnya berfungsi untuk menahan belatung agar tetap beku. Selain itu ia juga berpikir, “Gerakan nyonya ini benar-benar cepat dan rapi. Sepertinya ia banyak berlatih secara khusus untuk memaksa orang minum obat semacam ini.” Rupanya ia tidak tahu kalau Sang Sanniang sedang memamerkan kepandaiannya bertarung tangan kosong dan mengunci persendian lawan kepada Ren Woxing. Ia berusaha keras memperlihatkan segenap kepandaiannya, selain untuk unjuk keterampilan, juga untuk menunjukkan kesetiaan dan kepatuhan terhadap Sang Ketua.

Ren Woxing tersenyum puas dan mengangguk-angguk. Sang Sanniang bangkit tanpa memperlihatkan perubahan raut wajah sedikit pun, meski ia telah memperlakukan kawan sendiri dengan begitu kasar. Dengan penuh hormat wanita itu lantas berdiri ke samping.

Kemudian Ren Woxing menoleh ke arah Huang Zhonggong dan kedua saudaranya, seakan ingin bertanya apakah mereka bersedia menelan pil yang masih tersisa atau tidak.

Tubiweng melangkah ke depan tanpa berbicara apa-apa. Ia lantas mengambil satu butir pil dan menelannya. Danqingsheng tampak melangkah sambil menggumam sendiri, entah apa yang ia katakan. Namun akhirnya ia juga mengambil satu butir dan menelannya.

Kini tinggal Huang Zhonggong yang terlihat sangat berduka. Ia merogoh bajunya kemudian mengeluarkan sebuah kitab tipis, yaitu naskah kecapi Guangling San. Orang tua itu lantas berjalan mendekati Linghu Chong dan berkata, “Tuan memiliki ilmu silat tinggi dan banyak akal pula. Siasat Tuan sungguh cerdas sehingga berhasil menolong Ren Woxing keluar. Hm, aku sungguh kagum kepadamu. Naskah kecapi ini yang telah mencelakai kami, empat bersaudara. Sekarang aku akan mengembalikan benda ini dengan penuh terima kasih.” Usai berkata ia pun melemparkan naskah kecapi tersebut dan mendarat di saku baju Linghu Chong.

Linghu Chong tertegun melihat orang tua itu berjalan perlahan mendekati dinding. Dalam hati ia merasa sangat menyesal. Ia pun berpikir, “Usaha menolong Ren Woxing adalah hasil tipu muslihat Kakak Xiang, sedangkan aku sendiri tidak tahu apa-apa. Namun sudah sepantasnya kalau Huang Zhonggong dan yang lain membenci diriku. Aku sendiri tidak bisa membela diri.”

Huang Zhonggong berbalik, lalu bersandar pada dinding dan berkata, “Pada mulanya kami, empat bersaudara, masuk Sekte Matahari dan Bulan adalah untuk melakukan kebaikan dan menegakkan kebenaran sebagai kesatria di dunia persilatan. Namun, watak Ketua Ren yang pemarah dan keras kepala ingin menggunakan kekuasaan untuk kepentingannya sendiri membuat kami berempat kecewa. Setelah Ketua Dongfang mengambil alih, ternyata Beliau terlalu percaya kepada para pencari muka, sampai-sampai banyak melenyapkan saudara seagama. Kami berempat semakin kecewa dan memohon agar diizinkan bertugas di Wisma Meizhuang ini. Pertama, agar kami dapat jauh-jauh meninggalkan Tebing Kayu Hitam sehingga tidak perlu hidup sebagai penjilat; kedua, supaya kami dapat berdiam di tepi Danau Xihu dan menghibur diri dengan bermain kecapi atau melukis. Dalam dua belas tahun terakhir ini, kami telah cukup menikmati hidup. Hidup manusia di dunia memang lebih banyak duka daripada bahagia, begitulah kenyataannya ….” Setelah berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia mengerang tertahan, lalu tubuhnya perlahan-lahan jatuh terkulai.

Tubiweng dan Danqingsheng menjerit bersamaan, “Kakak Pertama!” Keduanya lantas berlari maju untuk memapah Huang Zhonggong. Ternyata pada jantung sang kakak sudah tertancap sebilah belati. Sepasang mata orang tua kurus itu tampak melotot, namun napasnya sudah putus.

“Kakak Pertama! Kakak Pertama!” teriak Tubiweng dan Danqingsheng. Sekejap kemudian tangis mereka pun pecah.

Wang Cheng lantas membentak, “Orang tua ini tidak mematuhi perintah Ketua. Ia ketakutan dihukum dan memilih bunuh diri. Dosanya semakin bertambah, kenapa kalian masih ribut segala?”

Danqingsheng sangat gusar dan bermaksud menerjang Wang Cheng. Ingin sekali ia bertarung mati-matian melawan tetua bertubuh pendek gemuk itu. Wang Cheng pun berkata, “Ada apa? Kau ingin memberontak?”

Seketika Danqingsheng teringat bahwa dirinya telah menelan obat maut Pil Otak Tiga Mayat sehingga mau tidak mau harus tunduk kepada Ren Woxing. Amarahnya segera berkurang dan ia hanya bisa menundukkan kepala sambil mengusap air mata.

Sementara itu, Qin Weibang yang tersungkur di samping meja tiba-tiba meraung-raung. Sepasang matanya melotot dan mulutnya berteriak-teriak, “Ren Woxing, aku ingin bertarung sampai mati denganmu!” Namun ketiga titik nadinya telah tertotok sehingga tangan dan kakinya tidak dapat bergerak. Tubuhnya terlihat kejang-kejang dan napas pun terengah-engah, jelas sangat kesakitan.

Xiang Wentian berjalan mendekat. Kakinya lantas menendang keras-keras sehingga Qin Weibang pun tewas seketika.

Ren Woxing berkata, “Bawa pergi mayat-mayat dan manusia cacat itu, lalu siapkan arak dan makanan! Hari ini aku ingin minum sepuasnya bersama Adik Xiang dan Adik Linghu.”

“Baik!” jawab Tubiweng dan Danqingsheng bersamaan. Mereka lantas menggotong mayat Huang Zhonggong dan Qin Webang keluar, serta memapah tubuh Heibaizi meninggalkan ruangan itu.

Tidak lama kemudian para pelayan muncul dan menata meja perjamuan untuk enam orang. Bao Dachu berkata, “Siapkan tiga kursi saja. Mana berani kami duduk semeja dengan Ketua?” Ia lantas membantu para pelayan membereskan sebagian peralatan makan.

Ren Woxing berkata kepada tiga tetua, “Kalian sudah bekerja keras. Sekarang kalian boleh minum arak di luar sana.”

Serentak Bao Dachu, Wang Cheng, dan Sang Sanniang membungkuk sambil berkata, “Terima kasih atas kebaikan Ketua!” Perlahan-lahan mereka bertiga lalu mengundurkan diri dari ruangan.

Ketika melihat Huang Zhonggong bunuh diri, Linghu Chong merasa bahwa orang tua itu sebenarnya seorang laki-laki jujur dan berjiwa kesatria. Ia teringat tempo hari Huang Zhonggong pernah menawarkan diri menulis surat pengantar untuk dibawa menemui Mahabiksu Fangzheng di Biara Shaolin supaya membantu mengobati lukanya. Teringat betapa orang tua itu memiliki maksud yang baik kepadanya, mau tidak mau membuat hatinya semakin berduka.

Terdengar Xiang Wentian tertawa dan berkata, “Adikku, bagaimana ceritanya kau bisa begitu beruntung dapat mempelajari Jurus Penyedot Bintang milik Ketua? Ceritakanlah supaya kami dapat mendengarnya.”

Maka, Linghu Chong pun menguraikan semua pengalamannya di dalam penjara bawah danau itu, juga bagaimana ia secara tidak sengaja menemukan tulisan di atas dipan besi dan mempelajari ilmu sakti tersebut.

“Selamat, selamat!” kata Xiang Wentian dengan tertawa. “Sebagai kakakmu, aku merasa sangat gembira.” Ia kemudian mengangkat cawan arak dan menenggak isinya sampai habis. Ren Woxing dan Linghu Chong juga menenggak arak mereka.

Ren Woxing tersenyum dan menanggapi, “Kalau diceritakan, kejadian itu memang sangat berbahaya. Pada mulanya aku mengukir rumus rahasia ilmu tersebut di atas dipan besi karena terdorong rasa bosan, sama sekali bukan karena aku ingin berbuat baik. Rumus rahasia itu adalah asli, tapi kalau bukan aku sendiri yang memberi petunjuk dan membantunya membuyarkan tenaga dalam, maka bisa menyebabkan sesat jalan bahkan mati konyol. Di antara seribu orang, tak satu pun yang dapat menghindarinya. Sebenarnya dalam berlatih ilmu sakti ini ada dua kesukaran. Kesukaran yang pertama adalah bagaimana harus membuyarkan tenaga dalam sendiri di dalam tubuh sehingga Dantian menjadi kosong. Kalau pembuyaran tenaga tidak tuntas, maka akan mengakibatkan sesat jalan, paling ringan dia akan menjadi lumpuh seluruh tubuhnya dan menjadi orang cacat. Akibat yang lebih berat adalah seluruh pembuluhnya akan berbalik dan darah akan mengalir keluar melalui tujuh lubang pada tubuh, kemudian mati. Ilmu sakti ini diciptakan oleh Cheng Yida beberapa ratus tahun silam, namun ahli warisnya sangat jarang. Orang yang beruntung bisa menguasainya sangat sedikit karena membuyarkan tenaga dalam adalah hal yang sangat sulit. Namun Adik Linghu, kau memiliki keberuntungan karena tenaga dalammu sudah musnah, sehingga kau tidak perlu bersusah payah untuk membuyarkannya. Apa yang dirasa sukar dan berbahaya oleh orang lain ternyata dapat kau lalui tanpa sadar.”

Setelah terdiam sejenak, ia melanjutkan, “Nah, setelah membuyarkan tenaga dalam sendiri, langkah selanjutnya adalah menghisap tenaga dalam orang lain dan menghimpunnya di dalam Dantian, lalu menyalurkannya melalui nadi Qi dan kedelapan pembuluh sebelum memakainya. Langkah ini pun sangat sukar. Coba pikir, tenaga dalam sendiri sudah musnah, bagaimana bisa mengalahkan orang lain dan menghisap tenaganya? Bukankah ini seperti mengantarkan nyawa dengan sia-sia? Namun  lagi-lagi Adik Linghu punya keberuntungan. Adik Xiang pernah bercerita, di dalam tubuhmu tersimpan delapan macam hawa murni milik beberapa orang jago silat. Andaikan kau hanya memiliki satu saja, kau sudah sangat hebat. Adik Linghu, untuk kesukaran kedua pun dapat kau lewati dengan mudah. Ini benar-benar karena kehendak Langit.”

“Untung saja seluruh tenaga dalamku sudah musnah. Jika tidak, entah bagaimana akibatnya, sulit untuk dibayangkan,” kata Linghu Chong yang diam-diam ketakutan mendengar penuturan itu sampai telapak tangannya terasa dingin. “Kakak Xiang, sesungguhnya bagaimana cara Ketua Ren meloloskan diri, sampai saat ini aku masih tidak mengerti?”

Xiang Wentian tertawa terkekeh-kekeh sambil mengeluarkan suatu benda dari balik bajunya dan menyerahkannya ke tangan Linghu Chong. “Coba lihat ini?”

Linghu Chong merasakan benda di tangannya itu berbentuk bulat dan keras. Ia ingat tempo hari benda inilah yang dititipkan Xiang Wentian untuk disampaikan kepada Ren Woxing. Begitu membuka tangan, Linghu Chong melihat benda itu berupa semacam bola baja yang memiliki sebuah gotri yang teramat kecil. Setelah gotri itu diputar beberapa kali, muncullah seutas kawat baja yang teramat halus. Ujung kawat terhubung pada bola baja, sedangkan pada badan kawat dipenuhi mata gergaji yang halus tetapi tajam dan kuat.

Linghu Chong pun menyadari duduk masalahnya. Ia kemudian berkata, “Ternyata borgol di tangan dan kaki Ketua Ren itu digergaji putus menggunakan kawat baja ini.”

Ren Woxing tertawa dan berkata, “Waktu itu aku tertawa keras beberapa kali disertai tenaga dalam untuk mengguncangmu dan keempat orang itu sampai pingsan. Setelah menggergaji putus semua borgol, maka aku pun memperlakukanmu seperti bagaimana kau mengerjai Heibaizi.”

Linghu Chong tertawa dan menanggapi, “Ternyata Ketua Ren telah menukar pakaianku, lalu memborgol tangan dan kakiku. Pantas saja Huang Zhonggong dan yang lain tidak menyadarinya.”

Xiang Wentian menyahut, “Sebenarnya paling sulit mengelabui Huang Zhonggong dan Heibaizi. Hanya saja sesudah mereka siuman, Ketua dan aku sudah lebih dulu meninggalkan Wisma Meizhuang. Aku telah meninggalkan lukisan, kaligrafi, serta kitab catur yang mereka inginkan. Begitu melihat benda-benda itu, mereka langsung tergila-gila sehingga tidak mencurigai bahwa isi penjara sudah berganti orang.”

“Siasat Kakak Xiang sungguh hebat, sukar ditiru orang lain,” puji Linghu Chong. Diam-diam ia pun berpikir, “Ternyata segalanya sudah kau atur dengan baik. Kau menipu keempat bersaudara itu supaya kita bisa masuk ke penjara. Tapi sudah sekian lama Ketua Ren lolos, mengapa kau belum juga datang menolongku?”

Xiang Wentian melihat perubahan raut wajah Linghu Chong dan ia pun dapat menebak apa yang sedang dipikirkannya. “Adik, setelah Ketua lolos, banyak sekali urusan penting yang harus kami kerjakan dan jangan sampai diketahui musuh. Maka kami terpaksa membuatmu menderita sekian lama di dalam penjara. Justru kedatangan kami saat ini adalah untuk menolongmu. Syukurlah kau berhasil meloloskan diri dan menguasai ilmu sakti luar biasa. Boleh dibilang, kami telah membayar ganti rugi untukmu. Hahaha, sekarang terimalah permintaan maaf dari kakakmu ini,” katanya sambil menuang arak di cawan masing-masing sampai penuh, lalu menenggak habis miliknya.

Ren Woxing ikut bergelak tawa dan berkata, “Aku mengiringi minum satu cawan!”

Linghu Chong tersenyum dan menjawab, “Minta maaf apa? Ganti rugi apa? Justru aku yang harus berterima kasih kepada kalian berdua. Tadinya aku menderita luka parah yang sukar disembuhkan, tapi setelah mempelajari ilmu sakti milik Ketua membuat penyakitku dapat disembuhkan, dan selembar nyawaku ini dapat dipertahankan.”

Mereka bertiga lantas bergelak tawa dengan sangat gembira.

Xiang Wentian berkata, “Dua belas tahun yang lalu, tiba-tiba Ketua menghilang secara aneh. Dongfang Bubai kemudian mengambil alih kekuasaan. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres, namun aku hanya bisa bersabar dan berlagak bodoh di hadapan Dongfang Bubai. Sampai akhirnya, belum lama ini aku mendengar berita bahwa Ketua dikurung di tempat ini. Aku berniat ingin membantu Ketua meloloskan diri. Tak disangka, begitu meninggalkan Tebing Kayu Hitam, Dongfang Bubai langsung mengirim segerombolan orang itu untuk menangkap atau membunuhku. Keadaan bertambah kacau ketika aku bertemu orang-orang bangsat keparat dari aliran lurus. Adik, pada hari ketika kita berdua dikejar-kejar kedua golongan itu di jalanan gunung, kau telah menceritakan kepadaku tentang penyakit yang kau derita dan bagaimana kau sampai kehilangan tenaga dalam. Saat itu aku langsung berpikir bahwa di dunia ini yang bisa membuyarkan tenaga dalam liar di dalam tubuhmu hanyalah Jurus Penyedot Bintang milik Ketua. Jika Ketua berhasil meloloskan diri, maka aku akan memohon kepada Beliau supaya mengajarkan ilmu saktinya itu kepadamu, sehingga nyawamu bisa diselamatkan. Ternyata tanpa aku perlu membuka mulut, Ketua sendiri telah mengajarkan ilmu sakti itu kepadamu. Hahahaha!”

Ketiga orang itu kembali bergelak tawa sambil meneguk arak. Diam-diam Linghu Chong berpikir, “Walaupun Kakak Xiang telah memanfaatkanku demi menolong Ketua Ren, namun pada kenyataannya ia benar-benar menyelamatkan nyawaku. Sebelum kami kemari tempo hari ia sudah mengatakan hendak membereskan sebuah urusan mahapenting. Ia juga mengaku terus terang bahwa ia ingin memakaiku dan terpaksa menyusahkanku selama beberapa waktu. Aku sendiri langsung menyanggupinya. Maka mengenai penjara itu, sedikit pun aku tidak boleh mengeluh. Lagipula kalau aku tidak dilibatkan dalam masalah ini, mana mungkin Ketua Ren bersedia mengajarkan Jurus Penyedot Bintang begitu saja? Mana mungkin ilmu saktinya akan diwariskan kepada orang asing sepertiku yang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya?” Berpikir demikian membuat di dalam hatinya tumbuh perasaan sangat berterima kasih kepada Xiang Wentian.

Ia kemudian berpaling kepada Ren Woxing dan berkata, “Ketua Ren, ilmu saktimu ini telah mencapai kesempurnaan, sedangkan orang-orang tidak mengetahui asal-usulnya. Apakah Ketua Ren bersedia menceritakannya?”

Ren Woxing minum seteguk arak lalu berkata, “Ilmu saktiku ini berasal dari Partai Xiaoyao pada zaman Dinasti Song Utara, yang di kemudian hari terpisah menjadi dua macam ilmu, yaitu Beiming Shengong dan Huagong Dafa. Yang mempelajari Beiming Shengong adalah seorang kaisar bermarga Duan dari Kerajaan Dali. Pada mulanya kaisar bermarga Duan itu menganggap bahwa menghisap tenaga dalam milik orang lain yang sudah dikumpulkan seumur hidup untuk dipakai sendiri adalah tidak benar, oleh karena itu ia tidak mau melatihnya. Namun setelah membaca tulisan peninggalan seorang tetua dari Partai Xiaoyao, barulah ia menyadari apa tujuan ilmu sakti ini. Tulisan itu kira-kira seperti ini, ‘Tidak peduli orang baik atau jahat, barangsiapa yang mempelajari ilmu silat pasti akan melukai atau membunuh orang. Ilmu silat sendiri tidak bisa disebut baik atau jahat. Jika digunakan untuk berbuat baik, maka akan menjadi baik; dan jika digunakan untuk berbuat jahat maka akan menjadi jahat adanya.’ Kalau jurus Harimau Merenggut Jantung digunakan untuk membunuh orang jahat, maka itu menjadi jurus yang baik. Tapi kalau digunakan untuk membunuh orang baik, maka itu akan menjadi jurus yang jahat. Golok kalau digunakan untuk membunuh orang baik, maka itu menjadi golok yang jahat. Tapi kalau digunakan untuk membunuh orang yang jahat, maka itu adalah golok yang baik. Adik Linghu, kau setuju atau tidak?”

Linghu Chong mengangguk dan berkata, “Pemikiran Ketua Ren sungguh mendalam.”

Ren Woxing berkata, “Itu bukan pemikiranku, tapi aku hanya mengulangi perkataan leluhur dari zaman Dinasti Song Utara itu. Kalau ada orang menghunus golok untuk melukai dan membunuh orang baik-baik, maka kita harus merebut golok itu dari tangan mereka supaya mereka tidak memegang senjata. Hal ini kita lakukan semata-mata demi kebaikan. Kalau ada seorang penjahat yang luar biasa kuat, tentu kalau ia berbuat jahat akan semakin ganas pula. Maka, kita harus merebut tenaga dalamnya sehingga itu berarti memusnahkan kemampuannya untuk berbuat jahat, seperti merebut golok tadi. Nah, para ahli waris Partai Xiaoyao ada yang baik dan ada yang jahat, namun orang bermarga Duan dari Kerajaan Dali itu ingin menggunakannya untuk kebaikan, yaitu dia hanya menghisap tenaga dalam orang jahat saja. Tentunya ini perbuatan benar, bukan? Sama seperti Pukulan Sakti dari Biara Shaolin, atau Pukulan Panjang dari Kuil Wudang terkenal sebagai jurus baik. Meskipun kedua pukulan ini sama-sama dapat melukai dan membunuh orang, namun selamanya tidak pernah digunakan dengan membabi buta untuk mencelakai orang yang tidak berdosa.”

Ren Woxing kemudian tertawa dan melanjutkan, “Kalau aku tidaklah demikian. Jika ada orang yang menyerangku, maka dia kuanggap musuh. Tidak peduli orang itu baik atau jahat, maka aku si tua akan menghisap tenaga dalamnya. Kalau tenaga dalam itu bisa kugunakan, bukankah ini sesuatu yang menyenangkan? Leluhur Partai Xiaoyao juga berkata, ‘Seratus sungai bergabung dengan lautan, adalah karena sungai itu sendiri yang mengalir masuk ke dalam lautan, sama sekali bukan lautan yang mengambil air sungai secara paksa. Perkataan ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Kalau musuh menyerangku tanpa memakai tenaga dalam, maka aku pun tidak akan menghisap tenaga dalamnya. Prinsip dasar jurus Beiming Shengong adalah, apabila orang lain tidak menyerangku, maka aku pun tidak akan menyerangnya. Akan tetapi, jurus Huagong Dafa tidaklah demikian. Penciptanya berasal dari Partai Xiaoyao juga, namun karena ia tidak mewariskannya kepada sesama anggota Partai, mereka juga tidak tahu bagaimana caranya membuyarkan tenaga dalam. Maka, mereka pun sering menggunakan racun ketika hendak menggunakan ilmu sakti ini. Setelah terkena racun, pembuluh nadi musuh akan rusak dan tenaga dalamnya musnah, seakan-akan dihisap habis orang. Jurus Penyedot Bintang milikku berasal dari Beiming Shengong yang asli, sama sekali tidak menggunakan racun. Perbedaan di antara keduanya harus kau perhatikan baik-baik.”

Sejak awal Linghu Chong merasa serbasalah. Baginya, menghisap tenaga dalam orang lain adalah sesuatu yang kurang pantas. Setelah mendengarkan uraian Ren Woxing tersebut, ia pun berpikir, “Kalau orang lain tidak menyerangku, maka aku pun tidak akan menyerangnya. Aku tidak ingin mencelakai orang lain. Tapi kalau ada orang hendak membunuhku, maka aku terpaksa menghisap tenaga dalamnya untuk membela diri dan menyelamatkan nyawa. Sepertinya ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu hal yang buruk. Akan tetapi, kalau orang itu sudah bersusah payah melatih tenaga dalamnya, lalu kuhisap untuk kugunakan sendiri, hal ini tidak jauh berbeda dengan merampok harta benda orang lain secara keji.”

Setelah minum belasan cawan arak, Linghu Chong merasa kepribadian Ketua Ren itu sangat menarik, penuh semangat kepahlawanan dan pengalamannya juga luas luar biasa. Diam-diam Linghu Chong merasa sangat kagum kepadanya. Walaupun tadinya ia merasa cara Ren Woxing bertindak terhadap Qin Weibang, dan Heibaizi terlihat sangat kejam, namun sesudah bercakap-cakap agak lama, ia merasa perbuatan seorang kesatria tidak dapat dinilai dengan ukuran orang biasa. Rasa kesal di dalam hatinya pun sedikit demi sedikit mulai pudar.

Ren Woxing melanjutkan, “Adik Linghu, terhadap musuh aku selalu bertindak kejam, terhadap bawahan aku pun sangat ketat. Kau mungkin tidak terbiasa dengan cara-cara seperti ini. Tapi coba pikir, sudah berapa lama aku dikurung di dalam penjara bawah danau? Kau sendiri telah merasakan bagaimana hidup di penjara neraka itu. Bagaimana mereka telah memperlakukanku dapatlah kau bayangkan sendiri. Lalu terhadap musuh dan pengkhianat, mana bisa aku berlaku lemah lembut?”

Linghu Chong mengangguk sambil memikirkan ucapan itu. Tiba-tiba terlintas suatu pikiran di benaknya yang membuatnya bangkit dan berkata, “Aku ingin memohon sesuatu kepada Ketua, semoga Ketua sudi mengabulkannya.”

“Urusan apa?” tanya Ren Woxing.

Linghu Chong berkata, “Sewaktu pertama kali aku bertemu dengan Ketua, pernah kudengar Huang Zhonggong berkata kalau sampai Ketua dilepaskan dan kembali berkecimpung di dunia persilatan, maka akan terjadi pertumpahan darah besar-besaran, di mana dari Perguruan Huashan saja sedikitnya separuh anggota bisa menjadi korban. Aku juga mendengar sendiri Ketua berkata bila bertemu dengan guruku, Ketua akan membuatnya susah. Ilmu Ketua sedemikian tinggi, apabila membuat susah Perguruan Huashan jelas tiada seorang pun yang mampu melawan ….”

Ren Woxing menukas, “Aku dengar dari Adik Xiang, bahwa kau ini telah dipecat dari Perguruan Huashan dan gurumu telah mengumumkan hal ini ke seluruh dunia persilatan. Jika nanti aku menghajar mereka lalu menumpas seluruh Perguruan Huashan sehingga lenyap dari dunia persilatan, bukankah ini dapat melampiaskan dendam dan kemarahanmu?”

Linghu Chong menggeleng dan menjawab, “Sejak kecil aku sudah yatim piatu. Berkat keluhuran budi Guru dan Ibu Guru, aku dibesarkan oleh mereka dan diterima masuk Perguruan. Meski hubungan kami adalah guru dan murid, tapi rasanya sudah seperti ayah dan anak. Mengenai diriku yang dipecat dari Perguruan Huashan, ini semua adalah salahku sendiri. Lagipula ada sedikit kesalahpahaman di antara kami, sehingga aku sama sekali tidak berani menyimpan dendam dan menyalahkan guruku yang berbudi.”

Ren Woxing berkata, “Jika demikian, meski Yue Buqun tidak kenal ampun kepadamu, tapi kau ingin tetap setia kepadanya?”

Linghu Chong menjawab, “Aku sungguh-sungguh memohon kepada Ketua, semoga Ketua bermurah hati untuk tidak membuat susah guru, ibu guru, serta adik-adik seperguruanku di Perguruan Huashan.”

Untuk sejenak Ren Woxing termenung, kemudian berkata agak menggumam, “Aku bisa lolos dari penjara juga berkat bantuanmu yang tidak sedikit. Tapi aku sendiri telah mewariskan Jurus Penyedot Bintang kepadamu dan menyelamatkan nyawamu. Kedua kejadian ini boleh dikata impas, siapa pun tidak saling berhutang. Sekarang aku telah masuk kembali ke dalam dunia persilatan. Banyak sekali dendam lama yang harus kuselesaikan sehingga aku tidak berani menjanjikan apa-apa kepadamu. Jika tidak, hal ini bisa merintangi setiap langkahku kelak.”

Wajah Linghu Chong tampak cemas karena permohonannya ditolak. Ren Woxing pun tertawa terbahak-bahak dan kembali berkata, “Adik, kau duduklah dulu! Saat ini di dunia hanya Adik Xiang dan kau yang benar-benar bisa kupercaya. Kau telah memohon kepadaku, meskipun sulit masih dapat kupertimbangkan. Begini saja, kalau kau berjanji untuk melakukan sesuatu kepadaku, maka aku pun akan berjanji untuk melakukan sesuatu kepadamu. Jika bertemu orang-orang Perguruan Huashan, aku tidak akan mengganggu mereka, kecuali mereka yang mendahului kurang ajar kepadaku. Andaikata aku harus menghajar mereka juga aku akan sedikit berbelas kasihan karena memandang dirimu. Bagaimana, kau setuju?”

Linghu Chong sangat senang dan buru-buru berkata, “Kalau demikian aku sungguh sangat berterima kasih. Apa pun yang Ketua Ren minta pasti akan kupatuhi.”

Ren Woxing berkata, “Marilah kita bertiga saling mengangkat saudara. Untuk selanjutnya, ada rezeki kita nikmati bersama, ada kesulitan kita pikul bersama. Jabatan Adik Xiang adalah Pelindung Kiri Cahaya Terang Sekte Matahari dan Bulan, sedangkan kau menjadi Pelindung Kanan. Bagaimana pendapatmu?”

Begitu mendengarnya, Linghu Chong langsung tercengang. Sama sekali ia tidak menduga orang itu akan meminta dirinya masuk menjadi anggota Sekte Matahari dan Bulan. Sejak kecil ia telah mendengar cerita guru dan ibu gurunya tentang bermacam-macam perbuatan keji yang dilakukan orang-orang Sekte Iblis. Meski sekarang dirinya telah dikeluarkan dari Perguruan Huashan, namun yang diinginkannya adalah hidup bebas merdeka dan menjadi seorang kelana yang tidak terikat oleh suatu aliran atau golongan mana pun. Maka, ia sama sekali tidak ingin menjadi anggota Sekte Iblis. Untuk sesaat pikirannya menjadi kacau dan tidak sanggup menjawab.

Ren Woxing dan Xiang Wentian menatap tajam untuk menantikan jawabannya. Suasana di dalam ruangan itu menjadi sunyi senyap.

Selang agak lama barulah Linghu Chong membuka suara, “Aku menghargai maksud baik Ketua. Namun Linghu Chong ini masih hijau, mana berani disejajarkan dengan Ketua dan mengangkat saudara segala? Lagipula, meski aku bukan lagi orang Perguruan Huashan, namun aku masih berharap Guru berubah pikiran dan menarik kembali keputusannya ….”

Ren Woxing tertawa hambar, dan berkata, “Meski kau memanggil ‘ketua’ kepadaku, tapi jiwaku sendiri setiap saat bisa melayang. Sebutan ‘ketua’ hanya enak didengar saja, tidak lebih cuma gelar kosong belaka. Saat ini di dunia setiap orang mengetahui Ketua Sekte Matahari dan Bulan adalah Dongfang Bubai. Ilmu silat orang ini sangat tinggi, sama sekali tidak berada di bawahku. Tipu muslihat dan kepintarannya bahkan jauh di atasku. Pengikutnya juga sangat banyak. Kalau hanya mengandalkan tenagaku serta Adik berdua untuk merebut kembali kedudukan ketua dari dia, hal ini bagaikan memukul batu menggunakan telur. Kau tidak ingin mengangkat saudara denganku, ini pun dapat aku maklumi karena kau ingin menjaga nama baikmu sendiri. Marilah, marilah, kita bergembira ria dan minum arak saja. Masalah tadi tidak perlu kita ungkit-ungkit lagi!”

Linghu Chong bertanya, “Bagaimana kedudukan Ketua sampai bisa direbut oleh Dongfang Bubai dan mengapa Ketua Ren sampai bisa dikurung dalam penjara neraka itu? Apakah kiranya seluk-beluk kejadian itu dapat diceritakan kepadaku?”

Ren Woxing menggeleng dan tersenyum getir, kemudian berkata, “Selama dua belas tahun mendekam di penjara bawah danau, segala kedudukan dan kekuasaan, segala kekayaan dan nama baik seharusnya sudah hambar bagiku. Tapi, hehe, semakin tua hatiku justru semakin panas.”

Xiang Wentian menyahut, “Adikku, tempo hari Dongfang Bubai telah mengirimkan orang-orangnya sebanyak itu untuk mengejarku. Betapa kejam cara yang mereka lakukan juga kau saksikan sendiri. Kalau saja kau tidak tampil ke muka untuk membelaku, tentu aku sudah dicincang hancur lebur di tengah gardu itu. Dalam hatimu kau masih membeda-bedakan antara aliran lurus dan aliran sesat segala. Tapi saat ratusan orang mengeroyok kita berdua tempo hari apakah masih ada bedanya antara yang lurus dan yang sesat? Padahal semua itu tergantung orangnya. Memang di dalam aliran lurus tidak sedikit terdapat orang baik, namun siapa berani bilang di sana tidak ada manusia yang rendah dan kotor? Di dalam aliran sesat memang betul tidak sedikit terdapat orang jahat, tapi bila kita bertiga sudah memegang kepemimpinan, kita dapat mengadakan pembersihan secara keseluruhan untuk melenyapkan para sampah itu. Dengan demikian, kita dapat membuka lembaran baru bagi sejarah dunia persilatan.”

Linghu Chong mengangguk dan berkata, “Perkataan Kakak Xiang memang benar.”

Xiang Wentian melanjutkan, “Masih segar dalam ingatanku bagaimana dahulu Ketua memperlakukan Dongfang Bubai seperti saudara kandung sendiri, bahkan mengangkatnya sebagai Pelindung Cahaya Terang Kiri. Hampir semua kekuasaan kepemimpinan agama telah diserahkan kepadanya. Saat itu Ketua sedang memusatkan segenap tenaga dan pikiran untuk menyempurnakan Jurus Penyedot Bintang demi menutupi beberapa kekurangan-kekurangannya, sehingga tidak sempat mengawasi urusan agama sehari-hari. Tak disangka Dongfang Bubai itu ternyata serigala berbulu domba. Di hadapan Ketua ia berlaku sangat hormat dan tidak berani membangkang segala perintah, tapi di belakang diam-diam memupuk kekuatan dan menebar pengaruhnya sendiri. Dengan bermacam-macam alasan yang dibuat-buat ia telah memecat atau menghukum mati anggota yang setia kepada Ketua. Hanya beberapa tahun saja orang-orang kepercayaan Ketua telah tercerai-berai. Ketua seorang jujur dan tulus. Karena melihat Dongfang Bubai begitu hormat, juga segala urusan agama telah diaturnya degan rapi, maka Beliau sama sekali tidak menaruh curiga apa-apa kepadanya.”

Ren Woxing menghela napas dan berkata, “Adik Xiang, mengenai hal ini aku sungguh merasa malu. Sudah berkali-kali kau memberi nasihat kepadaku supaya berhati-hati kepada Dongfang Bubai. Namun aku terlalu percaya kepadanya dan nasihatmu yang baik kuanggap tidak enak didengar. Aku justru menganggapmu menyimpan iri hati dan juga menuduhmu sengaja memecah belah persatuan di antara pimpinan agama. Kau begitu marah kemudian pergi entah ke mana, dan untuk selanjutnya kita tidak pernah bertemu lagi.”

“Hamba sama sekali tidak berani menaruh dendam dan menyalahkan Ketua,” ujar Xiang Wentian. “Masalahnya hamba melihat ada gelagat kurang baik. Dongfang Bubai telah mengatur anak buahnya sedemikian rapi dan setiap saat bisa bertindak. Kalau hamba tetap mendampingi Ketua tentu akan lebih dulu dihabisi olehnya. Sama sekali hamba tidak takut mati, tetapi hamba lebih memikirkan masa depan agama kita. Kalau saja Ketua menyadari pengkhianatannya dan memberi perintah untuk memadamkan pemberontakannya, tentu hal itu sangat baik. Namun karena Ketua membiarkannya, hamba pun memilih pergi untuk mengawasi gerak-geriknya dari jauh, dengan demikian paling tidak akan membuat Dongfang Bubai berpikir dua kali sebelum melakukan pemberontakan.”

“Benar, langkahmu memang tepat,” ujar Ren Woxing. “Tapi waktu itu dari mana aku mengetahui maksud baikmu? Bahkan aku merasa gusar karena kau tinggal pergi begitu saja tanpa pamit. Saat itu latihanku telah mencapai tahap genting, dan hampir saja aku tersesat gara-gara kepergianmu. Namun Dongfang Bubai semakin giat melayaniku dan meminta aku supaya bersabar. Dengan begitu aku semakin masuk ke dalam perangkapnya dan pada akhirnya menyerahkan Kitab Bunga Mentari kepadanya.”

“Hah?”seru Linghu Chong begitu mendengar Kitab Bunga Mentari disebut.

“Apakah kau juga mengetahui tentang Kitab Bunga Mentari, Adikku?” tanya Xiang Wentian.

“Aku pernah mendengar guruku menyebut tentang kitab itu. Katanya, kitab itu berisi rahasia ilmu silat yang paling tinggi. Sungguh tidak kusangka kitab itu ternyata berada di tangan Ketua Ren,” jawab Linghu Chong.

“Sudah bertahun-tahun Kitab Bunga Mentari menjadi pusaka Sekte Matahari dan Bulan, selalu diturunkan dari ketua yang satu kepada ketua penggantinya,” ujar Ren Woxing. “Waktu itu aku sedang tenggelam dalam latihan Jurus Penyedot Bintang sehingga lupa daratan. Segala urusan tidak kupedulikan lagi. Timbul maksudku hendak menyerahkan kedudukan kepada Dongfang Bubai. Tujuanku memberikan Kitab Bunga Mentari kepadanya adalah sebagai isyarat yang jelas bahwa tidak lama lagi aku akan mengangkat dia sebagai penggantiku. Tapi, aih, Dongfang Bubai sebenarnya sangat cerdas, sudah jelas mengetahui kedudukan ketua akan segera dia warisi, namun mengapa dia begitu terburu nafsu? Tanpa menunggu aku mengumumkan secara resmi di hadapan banyak orang, dia justru mengambil risiko dengan mengadakan pengkhianatan dan merebut kedudukan.” Bicara sampai di sini terlihat dahinya berkerut seakan-akan sampai saat ini ia masih tidak mengerti apa yang terjadi di balik peristiwa itu.

Tubiweng dan Danqingsheng menelan pil.
 
Bola besi berisi gergaji kawat baja.

Ren Woxing menjamu Xiang Wentian dan Linghu Chong.

(Bersambung)